JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah sejumlah jurnalis di Bali yang mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo terkait remisi narapidana I Nyoman Susrama dinilai tepat sebagai pernyataan keberatan melalui upaya administratif.
Surat tersebut berisi permintaan agar Presiden Joko Widodo membatalkan remisi terhadap narapidana Susrama yang terbukti membunuh jurnalis AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan keberatan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP).
"Keberatan yang dilakukan oleh teman-teman (jurnalis) itu artinya tepat, sesuai dengan UU AP karena ditujukan kepada presiden," kata Bayu saat diskusi bertajuk "Menyoal Kebijakan Remisi dalam Sistem Hukum Indonesia", di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).
Baca juga: Kemenkumham Kaji Ulang Pemberian Remisi Pembunuh Wartawan
Maka dari itu, berlandaskan hukum yang sama, Presiden Jokowi harus menjawab keberatan para jurnalis.
"Presiden tidak bisa diam ketika ada keberatan semacam ini, yang diajukan oleh masyarakat, baik kelompok masyarakat atau perorangan, maka sesuai UU AP, presiden wajib menjawabnya," terangnya.
Jawaban presiden, katanya dapat didasari dua pertimbangan yaitu peraturan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik.
Dari aspek regulasi, Bayu mengatakan Jokowi dapat berkilah remisi tersebut berlandaskan hukum.
Remisi tersebut didasari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 174 Tahun 1999, yang menurut Bayu, sebenarnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tenyang Pemasyarakatan.
Bayu menuturkan, dalam UU Nomor 12/1995, remisi adalah pengurangan pidana, sementara Keppres menyebut pengubahan hukuman.
Sementara itu, dalam pertimbangan pemerintahan yang baik, Jokowi perlu memperhatikan asas kemanfaatan dan asas kepentingan umum.
Bayu mengungkapkan Jokowi perlu mempertanyakan dampak dari keputusannya terhadap kepentingan publik, yang dalam hal ini para jurnalis.
Artinya, Jokowi dapat mengabulkan atau menolak keberatan tersebut. Bayu menuturkan, terdapat dua kemungkinan yang bisa dilakukan Jokowi untuk mengabulkan permohonan keberatan pemberian remisi itu.
Pertama, Jokowi dapat mencabut Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 yang mengatur soal pemberian remisi.
Baca juga: Pemberian Remisi untuk Susrama Berlandaskan Hukum yang Bermasalah
Selain itu, Jokowi juga dapat mengubah sebagian isi Keppres tersebut dengan menghilangkan nama Susrama.
Susrama divonis terbukti menjadi dalang pembunuhan wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, pada 2009 silam.
Susrama kemudian dijatuhi hukuman seumur hidup dan telah menjalani hukuman hampir 10 tahun. Namun, pemerintah memberikan remisi perubahan hukuman menjadi 20 tahun penjara.