JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto membantah calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo sengaja mengubah gaya kampanye menjadi sedikit menyerang karena faktor elektabilitas.
Ia menegaskan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin dengan pesaingnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, masih terpaut cukup jauh.
Hal ini bisa dilihat dari survei terakhir sejumlah lembaga. Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada Januari, misalnya, menunjukkan selisih elektabilitas kedua pasangan calon masih terpaut 23,8 persen.
"Elektabilitas Jokowi masih sangat tinggi. Selisih dengan penantangnya pun masih jauh. Karena itu, kampanye ofensif bukan karena elektabilitas yang stagnan," kata Airlangga dalam siaran pers, Rabu (6/2/2019).
Baca juga: Kini Mulai Agresif, Mengapa Jokowi Berubah?
Menurut Airlangga, Jokowi merubah gaya kampanye untuk mengimbangi kubu Prabowo-Sandi yang selama ini terus melempar isu negatif, pesimisme, hingga hoaks.
Saat kampanye di Jawa Timur dan Jawa Tengah akhir pekan lalu, Jokowi, misalnya, sempat menyinggung pernyataan Prabowo yang menyebut Indonesia akan bubar dan punah. Jokowi meminta Prabowo untuk bubar dan punah sendiri saja, tanpa perlu mengajak masyarakat Indonesia.
Ia juga sempat menyinggung hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet. Jokowi menyesalkan kubu Prabowo yang menyebarkan kebohongan Ratna.
Lalu, Jokowi juga menyebut Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing dalam menghadapi pilpres 2019. Jokowi mempertanyakan, dengan kondisi itu, siapa sebenarnya yang antek asing.
Airlangga menyebut, apa yang disampaikan Jokowi dalam kampanye itu sangat terukur dan sudah sangat memperhitungkan dampak serta pengaruhnya. Ia meyakini langkah tersebut tidak akan menjadi blunder yang berujung pada elektabilitas Jokowi.
"Pak Presiden sudah memperhitungkan dampak dan sudah mengukur pengaruhnya," kata Menteri Perindustrian ini.
Sebelumnya, juru kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ahmad Riza Patria, menilai, strategi menyerang yang dilakukan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo justru tidak akan menarik simpati masyarakat.
Menurut Riza, sikap agresif yang ditunjukkan Jokowi menunjukkan bahwa pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin semakin khawatir dengan elektabilitas Prabowo-Sandiaga jelang Pilpres 2019.
Baca juga: Jokowi yang Mulai Agresif Menyerang...
"Itu tidak menghasilkan simpati, bahkan masyarakat jadi tahu sebetulnya siapa Pak Jokowi. Ini tanda-tanda kekalahan Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf," ujar Riza saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/2/2019).
Riza mengatakan, sebagai petahana, seharusnya Jokowi tidak tampil menyerang lawan politiknya.
Sebab, Jokowi dapat berkampanye mengenai capaian atau prestasi pemerintah selama empat tahun masa kepemimpinannya. Riza memandang, Jokowi mulai panik dengan elektabilitasnya yang stagnan jelang Pilpres 2019.