JAKARTA, KOMPAS.com — Ada yang berbeda dengan gaya kampanye calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo pada akhir pekan pertama Februari ini. Jokowi kini mulai agresif memainkan strategi menyerang.
Ia menjawab satu per satu pernyataan dan tudingan yang sebelumnya sempat dilontarkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan kubunya. Jokowi bahkan melakukan serangan balik terhadap pasangan calon nomor urut 02 itu.
Misalnya, terkait Indonesia yang disebut-sebut Prabowo akan bubar dan punah, Joko Widodo menyindir pihak-pihak yang menebar pesimisme dengan menyebut Indonesia akan bubar dan punah dalam waktu dekat. Jokowi menilai narasi itu hanya menggiring masyarakat pada pesimisme.
Jokowi menegaskan Indonesia adalah negara besar dengan 260 juta penduduk. Mengelola Indonesia, kata dia, memang tidak mudah. Banyak tantangan yang dihadapi. Untuk itu, sikap optimistis harus terus dimunculkan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Baca juga: Jokowi: Saya Disuruh Diam Terus? Disuruh Sabar Terus? Ya Enggak Dong!
"Masak ada yang bilang Indonesia bubar, punah. Bubar sendiri saja, punah sendiri saja. Tapi jangan ngajak-ngajak kita," kata Jokowi saat menghadiri silaturahmi dengan paguyuban pengusaha Jawa Tengah di Semarang Town Square, Semarang, Sabtu (2/2/2019).
Jokowi juga menjawab Prabowo yang membandingkan Indonesia dengan Haiti. Ia mengingatkan bahwa Indonesia masuk negara dalam kelompok negara dengan perekonomian besar di dunia, G20.
Baca juga: Jokowi: Bubar Sendiri Saja, Punah Sendiri Saja, Jangan Ngajak Kita
Oleh karena itu, tak tepat apabila Indonesia dibandingkan dengan negara kecil di Amerika Utara itu.
"Gimana kalau ekonom atau orang yang ngerti ekonomi makro, ya senyum-senyum membandingkan bukan apple to apple seperti itu," kata dia.
Keesokan harinya, Minggu (3/2/2019), Jokowi kembali melancarkan serangan pada Prabowo-Sandi. Kali ini ia menyinggung sejumlah hoaks yang disebarkan oleh kubu oposisi.
Misalnya hoaks mengenai tujuh kontainer surat suara tercoblos yang sempat dikicaukan oleh Wakil Sekjen Andi Arief di akun Twiter-nya. Juga mengenai selang cuci darah RSCM yang disebut oleh Prabowo dipakai hingga 40 kali.
Baca juga: Jokowi: Masa Disuruh Halus Terus, Bolehlah Keras Sedikit...
Selain itu, Jokowi juga bicara mengenai hoaks penganiayaan aktivis pendukung Prabowo-Sandi, Ratna Sarumpaet.
"Ada lagi yang katanya dianiaya, mukanya babak belur, lalu konferensi pers, menuduh nuduh kita," kata Jokowi saat menghadiri deklarasi dukungan Koalisi Alumni Diponegoro di Kota Lama, Semarang, Minggu pagi.
Jokowi memuji sosok Ratna Sarumpaet yang pada akhirnya mengakui kepada publik bahwa wajahnya lebam akibat operasi plastik, bukan karena dianiaya orang tak dikenal sebagaimana disampaikan kubu Prabowo-Sandiaga.
Baca juga: Bela Sri Mulyani, Jokowi Sebut Prabowo Tak Mengerti Ekonomi Makro
Namun, Jokowi menyindir pihak-pihak yang justru menyebarkan kebohongan Ratna kepada publik.
"Saya acungi jempol ke Ratna. Yang enggak benar itu yang ngabarin dianiaya. Itu maunya apa? Mau nuduh kita? Tapi masyarakat sudah cerdas dan pintar-pintar," kata Jokowi.
Tak hanya menjawab tudingan-tudingan yang sebelumnya dilontarkan kubu Prabowo-Sandi, Jokowi pun kali ini balik melempar tudingan kepada lawan politiknya. Ia menyebut kubu Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing dalam menghadapi kontestasi Pilpres 2019.
Akibat menggunakan konsultan asing itu, menurut Jokowi, strategi kampanye yang digunakan kubu oposisi berpotensi memecah belah masyarakat.
Baca juga: Jokowi: Untungnya Mbak Ratna Sarumpaet Jujur, Saya Acung Jempol
"Yang dipakai konsultan asing. Enggak mikir ini memecah belah rakyat atau tidak, enggak mikir mengganggu ketenangan rakyat atau tidak, ini membuat rakyat khawatir atau tidak. Membuat rakyat takut, enggak peduli," kata Jokowi saat bertemu dengan sedulur kayu dan mebel di Karanganyar, Minggu siang.
"Seperti yang saya sampaikan, teori propaganda Rusia seperti itu. Semburkan dusta sebanyak-banyaknya, semburkan kebohongan sebanyak-banyaknya, semburkan hoaks sebanyak-banyaknya sehingga rakyat menjadi ragu. Memang teorinya seperti itu," kata Jokowi.
Baca juga: Sindir Prabowo, Jokowi Bilang Belum Jadi Pemimpin Kok Sudah Pesimistis...
Jokowi juga menyinggung soal dirinya yang selama ini disebut sebagai antek asing. Namun, pada kenyataannya, kubu Prabowo-Sandi-lah yang menggunakan konsultan asing dalam menghadapi pilpres 2019.
"Konsultannya konsultan asing. Terus yang antek asing siapa? Jangan sampai kita disuguhi kebohongan yang terus-menerus. Rakyat kita sudah pintar, baik yang di kota atau di desa," kata dia.
Jokowi pun mengakui baru-baru ini gaya pidatonya mulai berubah menjadi sedikit keras. Namun, menurut dia hal itu bukan lah sebuah masalah.
"Masa suruh halus terus, ya kadang-kadang kita kan bosan. Bolehlah keras-keras sedikit," kata Jokowi.
Baca juga: Jokowi: Prabowo-Sandi Pakai Konsultan Asing, Terus yang Antek Siapa?
Jokowi menilai, meski keras, tak ada yang salah dari pernyataannya itu. Semua yang disampaikan adalah fakta.
"Yang penting menyampaikan fakta. Yang penting menyampaikan data. Yang penting tidak menyampaikan semburan dusta. Yang penting tidak menyampaikan semburan kebohongan. Yang paling penting bukan menyampaikan semburan hoaks," kata Jokowi.
Baca juga: Jokowi Bicara soal Hoaks Surat Suara hingga Selang Darah RSCM
Jokowi mengatakan, pidato bergaya keras itu sengaja ia lakukan untuk memotivasi para pendukung dan relawannya.
"Tujuannya memberi semangat pada relawan. Memang perlu militansi dalam setiap kita bekerja," kata dia.
Kubu Prabowo-Sandi menilai langkah Jokowi yang mulai memainkan gaya menyerang ini sebagai bentuk kepanikan. Sebab, berdasarkan survei internal mereka, selisih elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi mulai menipis.
"Pak Jokowi panik dan stres. Kami merasa prihatin dengan kondisi beliau yang seperti dalam keadaan tertekan," kata juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade.
Baca juga: Jokowi dan Sandi, Siapa Merekayasa?
"Itu fitnah keji, propaganda Rusia dari mana. Kita setiap hari berkampanye sesuai dengan aturan KPU," kata dia.
Andre menilai pernyataan Jokowi tersebut sangatlah berbahaya. Sebagai presiden, pernyataannya tersebut bisa merusak hubungan diplomatik Indonesia dan Rusia.
"Sebagai petahana seharusnya pernyataannya lebih bijak, kalau menyerang Pak Prabowo seharusnya dengan elegan. Jangan membawa-bawa Rusia, bisa mengganggu hubungan diplomatik," katanya.
Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan, langkah Jokowi yang mulai memainkan gaya menyerang ini sebenarnya sudah terlambat. Sebab, kampanye tinggal dua bulan lagi. Tudingan-tudingan dari kubu Prabowo yang ditanggapi oleh Jokowi juga sudah mencuat ke khalayak sejak beberapa bulan lalu.
"Karena teori komunikasi mengatakan, siapa yang lebih dulu, dia akan lebih terekam pada peta kognisi khalayak," kata Emrus.
Kendati terlambat, Emrus menilai tetap lebih baik daripada tidak sama sekali. Menurut dia, langkah Jokowi yang secara langsung mementahkan tudingan-tudingan kubu Prabowo menjadi pencerahan bagi masyarakat dalam menentukan pilihan.
"Oleh karena itu, publik bisa menentukan pilihan mereka atas perbedaan pandangan Jokowi dan Prabowo ini," kata Direktur Eksekutif Emrus Corner ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.