Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisioner KPU Dicecar 20 Pertanyaan oleh Polisi Terkait Kasus OSO

Kompas.com - 30/01/2019, 14:24 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Selasa (29/1/2019) malam, terkait kasus pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dalam pemeriksaan itu, kata Pramono, penyidik melontarkan kurang lebih 20 pertanyaan.

Penyidik meminta Pramono menyampaikan kronologi dan alasan KPU enggan memasukkan nama OSO dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD, padahal ada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meminta mereka memasukkan nama OSO.

Penyidik juga meminta Pramono menjelaskan alasan KPU mengirim surat kepada OSO yang berisi permintaan agar ia mundur sebagai Ketua Umum Partai Hanura jika ingin dimasukkan dalam DCT anggota DPD.

Baca juga: ICW: OSO Tak Konsisten soal Pencalonan Anggota DPD

"Lebih kepada kronologi dan alasan kenapa KPU memutuskan untuk memberi batas waktu sampai kemarin 21 Januari (untuk OSO mundur dari pengurus Hanura)," kata Pramono di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).

"Kenapa KPU tetap bersikukuh untuk melaksanakan keputusan MK lalu seolah-olah dianggap mengabaikan putusan PTUN dan MA, dan Bawaslu," lanjut dia.

Menurut Pramono, dari sisi kronologi, KPU tak pernah mengabaikan putusan PTUN dan Mahkamah Agung (MA).

KPU telah memberi kesempatan kepada OSO sebanyak dua kali untuk dimasukkan namanya ke DCT sepanjang yang bersangkutan menyerahkan surat pengunduran diri dari kepengurusan partai politik.

Akan tetapi, OSO tak mau memenuhi permintaan KPU.

Baca juga: Polisi Periksa Dua Pimpinan KPU Terkait Laporan OSO

Oleh karena itu, KPU menilai, OSO tidak memenuhi syarat sebagai caleg DPD sebagaimana bunyi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menyebut pengurus partai politik dilarang rangkap jabatan menjadi anggota DPD.

"Kalau kami abaikan putusan PTUN tentu kami tak membuka dua kali kesempatan pada Desember dan Januari karena penetapan DCT sudah ditutup 20 September," kata Pramono.

Meski menganggap argumen KPU benar, Pramono menilai, pelaporan pihaknya ke kepolisian bukan bentuk kriminalisasi.

Hal ini merupakan konsekuensi yang harus ditanggung KPU atas keputusan hukum yang sudah mereka ambil.

Baca juga: Diancam OSO, KPU Bilang Bukan Anak Buah Presiden dan DPR

 

Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi diperiksa oleh pihak kepolisian, Selasa (29/1/2019).

Keduanya dimintai keterangan terkait laporan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang menuding KPU tidak mau melaksanakan putusan peradilan tentang pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pemeriksaan akan dilanjutkan terhadap dua komisioner lainnya, Wahyu Setiawan dan Ilham Saputra, hari ini.

Oleh OSO, KPU dituding melakukan tidak pidana berdasarkan ketentuan Pasal 421 jo Pasal 261 Ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com