Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Kejar Target Pemecatan PNS Daerah yang Korupsi

Kompas.com - 28/01/2019, 22:53 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, bakal segera memecat PNS di pemerintahan daerah yang terbukti melakukan korupsi dan sudah diputus berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan.

Hal itu menindaklanjuti kesepakatan antara Kemendagri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait pemecatan PNS yang terbukti secara inkrah korupsi.

"Kemarin sudah dirapatkan di KPK. Pokoknya secara prinsip, kesepakatan dengan semua daerah, sudah diputuskan akhir Desember. Nah, sekarang baru 70an persen, ini mengejar yang 30 persenan," ujar Tjahjo saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (28/1/2019).

Baca juga: KPK Ingatkan Pimpinan Lembaga Negara Tak Kompromi terhadap PNS Koruptor

Saat ditanya mengapa tak kunjung selesai proses pemecatan PNS di daerah yang korupsi, ia mengatakan terbentur dengan administrasi di pemerintah daerah.

"Alasannya kan administasi, tapi kan di daerah, bukan (proses) kami ke BKN," lanjut Tjahjo.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menagih keseriusan pimpinan lembaga negara terkait pemecatan pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah divonis bersalah dalam kasus korupsi.

Baca juga: BKN Mengaku Sudah Proaktif Dorong PPK Segera Pecat PNS Koruptor

Dari data BKN per 14 Januari 2019, baru 393 PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat dari daftar 2.357 PNS yang telah divonis bersalah melalui putusan berkekuatan hukum tetap.

Di luar 2.357 PNS tersebut, terdapat tambahan 498 PNS yang terbukti korupsi dan diberhentikan. Sehingga, total PNS yang diberhentikan baru mencapai 891 orang.

"KPK mengimbau pimpinan instansi serius menegakan aturan terkait dengan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap PNS yang korupsi tersebut," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Senin (28/1/2019).

Baca juga: Ini Kendala Pemecatan PNS Koruptor Menurut BKN

Menurut Febri, sikap kompromi terhadap pelaku korupsi dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Selain itu, juga berisiko menambah kerugian keuangan negara karena penghasilan PNS tersebut masih harus dibayarkan negara.

Pemberhentian seluruh PNS yang terbukti korupsi ini seharusnya ditargetkan selesai pada akhir Desember 2018.

Kompas TV KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan. Kali ini KPK menangkap Bupati Pakpak Bharat, Sumatera Utara, Remigo Yolando Berutu. Remigo ditangkap terkait dugaan suap proyek Dinas PUPR Pakpak Bharat. Ketua KPK Agus Rahardjo mengonfirmasi ada kepala daerah yang ditangkap KPK pada Minggu (18/11/2018) dini hari tadi. Penangkapan berdasarkan dugaan suap terkait proyek Dinas PU di Pakpak Bharat. Bupati Pakpak Bharat, Remigo Yolando Berutu yang ditangkap KPK merupakan kader Partai Demokrat. Saat maju di Pilkada 2015 lalu dia diusung 8 partai. Selain kepala daerah, KPK juga menangkap kepala dinas, pegawai negeri sipil dan pihak swasta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com