Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keberatan Ada Atribut Kampanye di Rumah? Ini Kata Bawaslu

Kompas.com - 28/01/2019, 15:06 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masa kampanye Pemilu 2019 sudah dimulai hingga 13 April mendatang. Beragam cara dilakukan oleh para kandidat, baik peserta pemilu legislatif atau pemilu presiden, untuk mendapatkan suara masyarakat.

Cara mendapatkan perhatian masyarakat itu bisa dilakukan dengan mengadakan kunjungan dan pertemuan tatap muka, mengiklankan lewat media massa, atau menggunakan atribut-atribut kampanye yang dihadirkan di tengah ruang publik.

Cara terakhir, penempelan atribut kampanye, berupa stiker, poster, ataupun baliho, rupanya banyak yang mendapat protes dari masyarakat.

Hal itu dikarenakan ranah privat mereka, seperti rumah tinggal, dijadikan arena kampanye dan ditempeli atribut-atribut oleh tim pemenangan sejumlah calon.

Padahal, sesuai aturan dari Bawaslu pemasangan atribut kampanye hanya diperbolehkan di ruang-ruang publik. Itu pun terdapat beberapa titik ruang publik yang tidak bisa dipergunakan.

Tempat umum yang dilarang untuk jadi wahana kampanye adalah fasilitas kesehatan, pendidikan, rumah ibadah, kantor instansi pemerintah, dan kendaraan umum.

Baca juga: Polemik Perusakan Atribut Partai di Riau, Imbauan Jokowi hingga Tudingan Keterlibatan Polisi

Sementara pemasangan atribut kampanye di ruang privat, menurut Anggota Bawaslu Divisi Penindakan, Ratna Dewi Pettalolo, diperkenankan. Namun, Basawlu menegaskan bahwa itu bisa dilakukan atas izin pemilik.

"Pemasangan atribut kampanye di area privat harus dengan persetujuan pemiliknya," kata Dewi saat dihubungi Kompas.com Senin (28/1/2019) siang.

Jika ada masyarakat yang merasa mendapati atribut kampanye di rumahnya dan tidak berkenan atas keberadaannya, mereka dapat segera lapor ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Basawlu.

"Jika ada yang keberatan langsung sampaikan ke pihak KPU dan Bawaslu. Agar KPU dan Bawaslu bisa menyampaikan langsung kepada peserta pemilu untuk mencopotnya," ujar Dewi.

Masyarakat bisa langsung melepasnya secara mandiri atribut-atribut kampanye yang dipasang tanpa izin di kediamannya.

Sementara itu, tidak ada sanksi khusus yang diberikan terhadap pelanggar ini, kecuali penurunan atribut kampanye.

"Sanksinya diturunkan, karena tidak sesuai dengan pengaturan tentang tata cara pemasangan alat peraga di ruang privat," ujar Dewi.

Sanksi lain akan diberlakukan jika ditemukan pelanggaran lain, seperti kalimat yang mengandung materi terlarang.

Misalnya mempersoalkan dasar negara dan melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI, melakukan penghinaan berdasarkan SARA dan melakukan hasutan serta mengadu domba perseorangan atau kelompok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com