Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Minta Pemerintah Evaluasi HET Beras Secara Berkala

Kompas.com - 24/01/2019, 19:27 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha beras yang bertandang ke Istana Presiden, Kamis (24/1/2019), meminta pemerintah mengevaluasi Harga Eceran Tertinggi (HET) beras setiap beberapa bulan sekali.

"Dulu kan harapannya, Kemendag (mengevaluasi) setiap 3-4 bulan sekali. Sekarang belum seperti itu. Harapannya, kedepan lebih berkala dievaluasi, disesuaikan dengan kondisi di lapangan," ujar Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso, usai bertemu Presiden.

Para pengusaha itu juga meminta pemerintah melaksanakan sinkronisasi antara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah di level petani dengan penerapan HET yang sebenarnya di lapangan.

Sinkronisasi itu dinilai perlu agar tidak ada petani maupun pengusaha yang dirugikan. Ia memberi contoh, saat HPP gabah berada pada level Rp 5.500 per kilogram, maka angka HET yang ideal di atas Rp 10.000 per kilogram.

"Kalau harga gabah kan sempat Rp 5.500. Nah, kalau HET-nya Rp 9.450 kan enggak masuk. Tapi ya kalau harga gabah Rp 5.500, HET-nya di atas Rp 10.000, dua kali lipat. Makanya pemerintah itu maunya harga berapa? Itu yang harus sinergi," ujar Sutarto.

Selain soal evaluasi berkala HET dan sinkronisasi HPP dengan HET, para pengusaha juga melapor tentang sinergi antara pengusaha dan petani yang semakin baik.

"Bagaimana kita bangun corporate farming. Penggilingan padi bisa sekaligus pemilah. Dalam hal ini, sinergi antara petani, pengusaha penggilingan dan pemerintah, dalam hal ini Bulog, bisa berjalan," ujar Sutarto.

Baca juga: Siap Ekspor, Budi Waseso Sebut Beras Indonesia Bisa Bersaing

Wartawan sempat mengonfirmasi perihal permintaan pengusaha beras agar pemerintah melakukan evaluasi HET secara berkala kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Namun ia mengaku, tidak mengetahui mengenai permintaan tersebut.

"Saya belum dengar tuh," ujar Enggartiasto yang terburu-buru masuk ke dalam mobilnya.

Sekitar 20 pengusaha beras hadir di dalam pertemuan itu. Mereka berasal dari Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Pulau Sumatera.

Di dalam pertemuan sekitar 45 menit itu, Presiden Jokowi didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki.

Kompas TV Pernyataan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang mengatakan petani beras di Klaten bersedih karena banjir beras dari luar negeri. Hal tersebut sontak dibantah oleh kelompok Petani Klaten bermartabat. Ini lah aksi turun ke jalan yang digelar kelompok petani klaten bermartabat yang menolak pernyataan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto beberapa waktu lalu. Menurut Prabowo, petani beras di Klaten bersedih karena banjir beras dari luar negeri.<br />

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com