Pengadilan
Pada 15 Februari 2010, Pengadilan Negeri Denpasar mengetok vonis untuk Susrama. Ketua majelis hakim Djumain menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Susrama.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan secara berencana,” kata dia.
Susrama dinyatakan melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan pasal 51 ayat 1 ke-1 KUHP yakni secara bersama-sama turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan.
Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa berupa hukuman mati. Hakim menegaskan, pembunuhan tersebut dilatarbelakangi motif pemberitaan yang ditulis korban pada tanggal 3, 8, dan 9 Desember 2008.
Baca juga: Remisi Jokowi untuk Pembunuh Wartawan Dikecam AJI, Ini Kata Menkumham
Pemberitaan tentang dugaan kasus korupsi dalam proyek pembangunan Taman Kanak-Kanak bertaraf internasional di Bangli, Bali itu telah membuat Susrama terganggu karena dirinya menjadi pimpinan proyek.
Susrama bersama terdakwa lainnya kemudian menggelar pertemuan untuk merencanakan pembunuhan. Eksekusi dilakukan pada 11 Februari 2009 di rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli.
"Saat eksekusi, terdakwa tidak hanya memerintahkan, tetapi juga ikut memukul dengan balok kayu,” kata Hakim Djumain.
Baca juga: Menurut Menkumham, Ini Pertimbangan Presiden Setuju Pembunuh Wartawan Dapat Remisi
Susrama mengajukan banding hingga kasasi sampai ke Mahkamah Agung. Namun pada 24 September 2010, MA menolak kasasi yang diajukan.
Menurut Ketua Muda Pidana Umum MA Artidjo Alkostar selaku Ketua Majelis Kasasi saat itu, pengadilan negeri dan pengadilan tinggi tidak salah menerapkan hukum karena mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan cermat.
Karena itulah, MA sependapat dengan pertimbangan Pengadilan Negeri Denpasar yang menghukum I Nyoman Susrama dengan pidana seumur hidup.
Pertama Kali
Vonis terhadap Susrama ini menjadi sejarah tersendiri, karena untuk pertama kalinya pembunuhan terhadap wartawan terungkap dan pelakunya diadili.
Ketua AJI Denpasar Nandhang R. Astika menilai pengungkapan kasus pembunuhan ni menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Sebab, sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.
"Karena itu, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadlan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia," kata dia.
Nandhang mengatakan, AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan itu.
"Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali," kata Nandhang.
Oleh karena itu, AJI sangat menyesalkan langkah Presiden Jokowi yang memberi remisi kepada Susrama. AJI menilai pemberian remisi ini sebagai langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.
"Ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers," kata dia.