Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Sebut KPU Ngawur karena Minta OSO Mundur dari Hanura

Kompas.com - 12/12/2018, 16:52 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Oesman Sapta Odang (OSO), Yusril Ihza Mahendra, menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) ngawur lantaran meminta OSO mundur dari Ketua Umum Partai Hanura, sebagai syarat yang bersangkutan lolos menjadi calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019.

KPU memberi waktu hingga 21 Desember 2018 kepada OSO untuk menyerahkan surat pengunduran diri tersebut.

"Kalau sekarang kan dia (KPU) bilang, dengan menyurati OSO supaya sebelum tanggal 21 (Desember) mundur dari Hanura untuk melaksanakan putusan MK dan melaksanakan putusan PTUN, itu sebenernya orang ngawur aja yang ngomong begitu," kata Yusril saat dikonfirmasi, Rabu (12/12/2018).

Baca juga: KPU Beri Waktu OSO Mundur dari Hanura sampai 21 Desember 2018

Dengan meminta OSO mundur sebagai pengurus partai, kata Yusril, bukan berarti KPU melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Putusan MK mengenai larangan pengurus partai politik maju sebagai anggota DPD sudah dijalanlan KPU dengan menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) nomor 26 tahun 2018.

Oleh karena itu, menurut Yusril, KPU seharusnya melaksanakan putusan PTUN yang meminta mereka membatalkan DCT anggota DPD yang tidak memasukan nama OSO, serta memasukkan nama OSO dalam DCT itu.

"Kalau terhadap OSO-nya langsung, itu bukan putusan MK yang berlaku, tapi putusannya PTUN. Putusan PTUN itu individual, konkret, final. Individunya siapa? Jelas individunya OSO," ujar Yusril.

Baca juga: Keputusan KPU: OSO Bisa Jadi Calon Anggota DPD, tetapi Harus Keluar dari Hanura

Yusril menyebut, langkah OSO layaknya permainan patgulipat. Seolah-olah KPU melaksanakan putusan MK dan PTUN, padahal seharusnya mereka hanya melaksanakan putusan PTUN lantaran putusan MK telah tertuang dalam PKPU.

"Kelihatannya KPU ini kok berkelit ke sana ke mari," tandasnya.

Lebih lanjut, OSO bersama tim kuasa hukumnya masih akan berdiskusi mengenai langkah yang akan mereka ambil, menyusul keluarnya keputusan KPU.

Sebelumnya, KPU mencoret Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri sebagai ketua umum partai politik.

Menurut putusan MK, anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik.

Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).

Atas putusan KPU itu, OSO melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

MA mengabulkan gugatan uji materi OSO terkait PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat syarat pencalonan anggota DPD.

Sementara Majelis Hakim PTUN juga mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura itu dan membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD. Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com