Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial: Kerinduan terhadap Soeharto Ahistoris dan Tidak Tepat

Kompas.com - 10/12/2018, 21:38 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai dinamika politik kekinian yang menghadirkan asumsi dan opini kerinduan terhadap era Soeharto adalah sesuatu yang ahistoris dan tidak tepat.

"Dalam lintas sejarah Indonesia, kehidupan politik di masa rezim Orde Baru berkuasa sarat dengan kekerasan dan pembatasan," kata Al Araf dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/12/2018).

Bertepatan dengan peringatan hari hak asasi manusia (HAM) 10 Desember, Al Araf pun mengingatkan kembali catatan negatif pelanggaran HAM selama 32 tahun Soeharto berkuasa.

Salah satu catatan Imparsial adalah ketakutan rezim Soeharto atas kekuatan Islam.

"Kekhawatiran Orde Baru atas kekuatan Islam menghasilkan kontrol ketat rezim Orde Baru kepada kelompok-kelompok Islam," kata Al Araf.

Baca juga: Sekjen Berkarya: Sekarang Kelihatan Derasnya Komunitas Pencinta Soeharto

Menurut dia, ketakutan akan kekuatan Islam itu terwujud lewat kebijakan pemaksaan asas tunggal Pancasila. Juga lewat kekerasan kepada kelompok Islam seperti terjadi di Tanjung Priok dan Talangsari Lampung.

Kedua, Imparsial mencatat kehidupan politik di masa rezim Orba dikontrol ketat. Demi mempertahankan kekuasaan yang otoritarian, rezim menggunakan kekerasan dan ancaman sebagai metode politik.

"Setiap kritik warga negara dinilai sebagai ancaman sehingga penangkapan sewenang-wenang, penculikan dan bahkan pembunuhan berulang kali terjadi pada masa ini," kata dia.

Alhasil, lanjut dia, berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM banyak terjadi sepanjang 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia. Misalnya penculikan aktivis 1997/1998, pembredelan media massa, pembunuhan aktivis buruh Marsinah.

Baca juga: Catatan Setara Institute soal Kebesaran Soeharto: Jenderal Besar hingga Diktator Kejam

Ada juga kasus perampasan tanah rakyat seperti kasus Kedung Ombo, serta berbagai kekerasan kepada kelompok mahasiswa seperti tragedi Trisakti dan Mei 1998.

"Memasuki Era Reformasi 1998, ada harapan besar masyarakat akan adanya koreksi atas berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM itu. Sayangnya, hingga kini semuanya belum ada yang selesai," ujar Al Araf.

Padahal, Komnas HAM sudah menyelesaikan penyelidikan 9 kasus dugaan pelanggaran HAM masa Orba. Namun, proses penyelesaian itu stagnan di Kejaksaan Agung.

Karenanya, Imparsial mendorong sejumlah rekomendasi yang intinya meminta Pemerintahan Jokowi segera menyelesaikan kasus-kasus itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com