Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden untuk Selesaikan Kasus HAM Berat

Kompas.com - 10/12/2018, 15:01 WIB
Christoforus Ristianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan sejumlah rekomendasi untuk penyelesaian pelanggaran kasus HAM berat masa lalu.

Komnas HAM berharap rekomendasi tersebut direspons oleh Presiden Joko Widodo melalui sebuah terobosan kebijakan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

"Rekomendasi yang pertama adalah soal penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Komnas HAM meminta kepada Bapak Presiden untuk memerintahkan Jaksa Agung menyidik 10 berkas dari Komnas HAM yang hingga kini belum dilanjutkan," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat peringatan Hari HAM Internasional, di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Senin (10/12/2018).

Baca juga: Refleksi Komnas HAM di Hari HAM Internasional

Sebanyak 10 kasus tersebut adalah:

  • Kerusuhan Mei 1998
  • Tragedi Trisakti
  • Kasus Semanggi I dan II
  • Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998
  • Kasus Wasior dan Wamena
  • Kasus Talangsari Lampung
  • Kasus Penembakan Misterius (Petrus)
  • Peristiwa Pembantaian Massal 1965
  • Peristiwa Jambu Keupok Aceh
  • Peristiwa Simpang KKA Aceh.

"Penyelesaian dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu masih menemui banyak hambatan. Namun, penyelesaian dimungkinkan bisa lewat mekanisme non yudisial yang masih terbuka. Namun, harus berbasis pada aturan hukum yang jelas dan akuntabel seperti mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu)," ujar Taufan.

Baca juga: Hari HAM Sedunia, Perjalanan dari Magna Carta hingga Deklarasi Universal PBB

Taufan mengatakan, sejak berdiri selama 25 tahun, Komnas HAM telah menyelidiki 13 pelanggaran berat HAM. Tiga di antaranya telah selesai diputuskan di pengadilan HAM ad hoc, yaitu kasus Timor Timur (1999), Tanjung Priok (1984), dan Abepura (2003).

Sementara itu, penyelidikan dugaan pelanggaran berat HAM yang baru diselesaikan Komnas HAM adalah peristiwa Rumah Geudong di Aceh yang terjadi pada masa Daerah Operasi Militer (DOM) 1989-1998.

Berkas kasus ini telah disampaikan ke Kejaksaan Agung pada 28 Agustus 2018.

Baca juga: Negara Harus Minta Maaf jika Tak Mampu Usut Pelanggaran HAM

Taufan berharap, Presiden Jokowi mendukung penguatan mandat lembaganya untuk penanganan kasus HAM. Dengan demikian, Komnas HAM berharap bisa mengoptimalkan penyelesaian pelanggaran berat HAM.

"Adanya dukungan bagi penguatan mandat dan kelembagaan Komnas HAM dalam menangani isu penyelesaian pelanggaran HAM yang berat di masa lalu juga penting. Hal itu bisa dilakukan lewat revisi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM," kata Taufan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com