JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Suciwati, Sumarsih, dan Bedjo Untung meminta Presiden Joko Widodo untuk segera menugaskan Kejaksaan Agung menindaklanjuti berbagai berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Suciwati merupakan istri dari Aktivis HAM Munir yang meninggal akibat diracun dalam dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta menuju Amsterdam, yang sempat transit di Singapura.
Sumarsih merupakan ibu dari almarhum Benardinus Realino Norma Irawan atau Wawan, mahasiswa yang meninggal dunia dihantam peluru senjata api dalam aksi unjuk rasa yang terkenal dengan Tragedi Semanggi I tanggal 11-13 November 1998.
Baca juga: Tolak Pembentukan DKN, Aktivis HAM Gelar Aksi #JanganORBALagi
Sementara Bedjo Untung merupakan korban penahanan dan penyiksaan tanpa proses hukum karena dituduh berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia pada tragedi 1965.
"Kami mohon Bapak Presiden menugasi Jaksa Agung agar segera menindaklanjuti berbagai berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat masa lalu," ungkap ketiganya dalam surat terbuka kepada Jokowi dengan nomor surat 177/Surat Terbuka_JSKK/VII/2018 tertanggal 2 Agustus 2018.
Ketiganya menegaskan, terwujudnya perjuangan hukum dan HAM hanya ada di tangan Jokowi selaku kepala negara dan pemerintahan.
Baca juga: Polemik DKN dan Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu
"Bukan di tangan Menkopolhukam Wiranto, yang diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM berat," ungkap ketiganya.
Ketiganya berharap pemerintahan Jokowi serius memperjuangkan agenda Nawa Citanya terkait hak asasi manusia.
Sebelumnya Bedjo Untung tak sepakat dengan rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN). Bagi dia, keberadaan DKN tak menuntaskan secara utuh kasus kejahatan HAM berat masa lalu.
Baca juga: Jaksa Agung: Penolak DKN Apa Mewakili Seluruh Korban Pelanggaran HAM?
"Itu buang-buang waktu. Kami menolak. DKN tidak menyelesaikan masalah," kata Bedjo Untung di depan Kemenkopolhukam, Kamis (2/8/2018).
Ia menilai seharusnya pemerintah bersikap proporsional antara pembentukan DKN dan penegakan hukum kejahatan HAM berat masa lalu. Hal itu guna menjamin perlindungan serta kepastian hukum para pihak korban.
"Rekonsiliasi, yes. Tapi rekonsiliasi tidak bisa dilaksanakan tanpa keadilan. Keadilan harus diungkap dengan kebenaran. Mari kita duduk bersama," kata dia.