@Fadlizon berada di urutan keenam, sementara @Fahrihamzah di urutan kedelapan.
Keduanya memang aktif di Twitter sejak lama dan kerap membuat kicauan seputar kritik terhadap pemerintah.
Twitter juga membuat daftar 10 besar kategori khusus akun politisi/pejabat negara yang paling banyak dibicarakan. Ada 5 tokoh yang belum disebut di atas namun masuk ke kategori ini.
Mereka adalah Anggota Dewan Pengarah Badan Ideologi dan Pembinaan Pancasila @MohmahfudMD; Gubernur DKI Jakarta @AniesBaswedan; Presiden keenam @SBYudhoyono, Menteri Kelautan dan Perikanan @Susipudjiastuti, dan Gubernur Jawa Barat @Ridwankamil.
Tak hanya itu, Twitter juga merilis 10 partai politik yang paling banyak dibicarakan sepanjang tahun. Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo Subianto menjadi yang teratas.
PDI Perjuangan yang merupakan parpol tempat Jokowi bernaung menyusul di urutan kedua.
Menyusul di bawahnya secara berurutan yakni: Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Bulan Bintang, Partai Amanat Nasional, Partai Nasdem dan Partai Golkar.
Head of Communications Twitter Indonesia Priscila F. Carlita mengatakan, Twitter menghitung jumlah mention terhadap akun/nama di Twitter untuk menentukan akun yang paling banyak dibicarakan sepanjang 2018.
"Nama mereka ini maksudnya bisa nama panjang atau nama panggilan," kata dia.
Akun-akun yang sifatnya spam atau melakukan fake engagement yang melanggar peraturan Twitter tidak akan ikut dihitung. Jadi, jumlah mention yang didapatkan adalah metrik yang bersih dari akun-akun spam/fake.
"Misalnya, akun X di-mention oleh akun Z yang terbukti melakukan fake engagement di Twitter. Kami tidak akan menghitung mention yg dilakukan oleh akun Z tersebut," kata Priscilia.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai media sosial termasuk Twitter menjadi salah satu platform yang masih cukup efektif bagi para politisi untuk menarik simpati publik dan meraup suara.
"Pemilik medsos akan mudah mengarahkan pilihan politik pemilik medsos lainnya. Sebab medsos sifatnya personal," kata Hendri.
Hendri menambahkan, medsos membuat orang memilih pilihan informasi sesuai dengan preferensi yang bersangkutan. Hal ini yang tidak bisa didapat lewat media mainstream.
"Ingin tahu tentang Jokowi, maka follow Jokowi. Ingin tahu Prabowo maka follow Prabowo. Sementara di media seperti koran, radio, TV, online, terlalu banyak informasi yang disediakan, padahal enggak semua info kita butuh," ucap Hendri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.