JAKARTA, KOMPAS.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Kami (memang) meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan aturan teknis tentang P3K itu, dan ternyata Desember selesai, sesuai dengan aspirasi kami, jadi kami memberikan apresiasi kepada pemerintah," ujar Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/12/2018).
Baca juga: Ketua Forum Honorer Sebut Peraturan Pemerintah soal P3K Tidak Adil
Namun menurutnya, peraturan tersebut akan sia-sia jika tidak dilakukan berdasarkan data terkait guru honorer di Indonesia.
Pendataan dibutuhkan untuk memastikan berapa jumlah guru honorer di Indonesia, berapa dari jumlah tersebut yang dibawahi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan, serta berapa yang berada di bawah Kementerian Agama.
Baca juga: Kata Fahri Hamzah, Aturan Pengangkatan Honorer Diteken Jokowi karena Mau Pemilu
Satriwan menyebutkan, pendataan tersebut juga dibutuhkan terkait guru honorer berstatus K2, yaitu mereka yang tetap harus mengikuti seleksi jika ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Jadi kebijakan ini akan sangat baik, akan sangat implementatif, kalau berbasis data, berapa jumlah pasti guru honorer, setidaknya yang mengajar sampai tahun 2015," ungkapnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Teken Aturan untuk Angkat Pegawai Honorer
Ke depannya, Satriwan mengatakan pihaknya akan terus mengawal implementasi dari aturan tersebut.
"Kadang pemerintah sudah membuat PP tapi kemudian implementasinya ada persoalan teknis karena jumlah guru honorer sangat besar," jelas dia.
Presiden Jokowi sebelumnya meneken Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang P3K. Aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar PNS.
Baca juga: Upah Guru Honorer di Depok Naik Jadi Rp 1 juta-Rp 4 juta
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pemerintah menyadari bahwa saat ini masih terdapat tenaga honorer yang bekerja tanpa status serta hak dan perlindungan yang jelas. Oleh karena itu, aturan PPPK ini sangat diperlukan.
"Saya berharap skema PPPK ini dapat menjadi salah satu mekanisme penyelesaian tenaga honorer berbasis seleksi, berbasis sistem merit, sehingga mampu menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru," kata Moeldoko dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/12/2018).
Moeldoko mengatakan, para tenaga honorer yang ingin diangkat menjadi PPPK juga nantinya akan mengikuti proses seleksi sesuai merit sistem.
Baca juga: Kisah Guru Honorer di Daerah Terpencil, Jadi Tukang Foto Keliling demi Bertahan Hidup
Sebab, seleksi berbasis merit adalah prasyarat dasar dalam rekrutmen ASN.
Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho menambahkan, kebijakan PPPK diarahkan untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi dan jabatan fungsional tertentu dengan batas usia pelamar paling rendah 20 tahun, dan paling tinggi 1 tahun sebelum batas usia pensiun jabatan tersebut.
Menurut Yanuar, PPPK juga akan memiliki kewajiban dan hak keuangan yang sama dengan ASN yang berstatus sebagai PNS dalam pangkat dan jabatan yang setara. Hanya saja, PPPK tak akan mendapatkan pensiun layaknya PNS.