Faktor utama yang menyebabkan turunnya apresiasi pemerintah ini di antaranya yang terbesar adalah masalah kesejahteraan dan ekonomi.
Demikian pula survei terbaru lembaga survei Median yang menyebutkan tiga hal besar yang menjadi penentu kemenangan: persepsi publik terhadap kesejahteraan, lapangan kerja, dan harga pangan. Ketiganya berada di bidang ekonomi.
Ekonomi dan bahasa rakyat?
Meski inflasi terjaga di bawah 3,5 persen, kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.
Pihak Jokowi-Ma'ruf mengatakan, hal ini disebabkan turbulensi ekonomi global. Sementara pihak Prabowo-Sandi mengatakan sebagai kurang cakapnya pemerintah mengelola negara.
Terlepas dari perdebatan itu, pelambatan ekonomi memang membuat perusahaan sulit berekspansi lebih besar, yang berujung pada rendahnya serapan tenaga kerja.
Hal ini diperparah dengan kenaikan nilai tukar dollar Amerika Serikat, yang memaksa Bank Sentral (BI) menaikkan suku bunga hingga 6 kali, total 175 basis poin (bps).
Tetapi, sulit untuk menceritakan hal-hal tersebut kepada sebagian masyarakat. Kedua kubu memiliki argumentasi yang berbeda melihat fenomena ini.
Oleh karena itu, cara yang paling mudah adalah membahasakan dengan bahasa rakyat yaitu harga barang di pasar tradisional.
Jadi, bersiaplah. Di pemilu kali ini kita akan sering mendengar soal harga bawang, cabai, bahkan petai hingga jengkol. Itu adalah bahasa rakyat, bahasa yang mudah dipahami seluruh warga Indonesia tanpa terkecuali.
Dari sinilah sesungguhnya tecermin seberapa besar inflasi yang terjadi.
Tapi pertanyaannya, apakah masyarakat tidak dirugikan karena kontestasi yang mayoritas hanya diisi dengan gemuruh harga cabai, bawang, hingga ayam?
Lalu, ke mana usulan cetak biru pembangunan yang akan dibawa masing-masing kandidat yang akan memimpin 260 juta warganya?
Saya Aiman Witjaksono.
Salam!