JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai kampanye pemilihan presiden lebih banyak diisi oleh pernyataan kontroversial yang bernuansa sarkasme.
Padahal seharusnya, kritik yang dilontarkan kepada kubu pesaing disampaikan secara konstruktif.
"Kritik itu bukan harus sarkastik, kritik yang tajam itu karena argumentasi yang kita sampaikan itu 'ngena', bukan karena sarkastiknya," ujar Siti di kompleks parlemen, Selasa (13/11/2018).
"Orang Indonesia masih mengandalkan seberapa sarkastik bahasa itu supaya punch, tapi ini salah," tambah dia.
Siti mengatakan kritik yang meninggalkan kesan melecehkan atau merendahkan pihak lain harus dihindari para elite. Bukan hanya oleh pasangan calon melainkan juga para tim suksesnya.
Dia mengajak agar kontestasi ini menjadi lebih asik. Pada pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin misalnya, sebagai petahana mereka bisa fokus menyampaikan apa saja yang sudah dikerjakan selama 4 tahun menjabat.
Jokowi-Ma'ruf tinggal menunjukkan kekuatan mereka.
Baca juga: Wapres Kalla Sebut Saling Sindir di Kampanye Sekarang Masih Kondusif
Begitu pula dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Sebagai penantang, keduanya bisa mengkritisi pemerintahan Jokowi. Kemudian bisa menyampaikan apa yang mereka lakukan untuk mengatasi itu.
Semuanya dilakukan dengan argumentasi matang tanpa perlu ada bahasa-bahasa sarkastik yang menimbulkan kontroversi.
"Enggak usah pakai genderuwo, sontoloyo, dan tampang tampang itu. Saya jujur sedih, sama melihat dua-duanya ini sama. Karena kalau tidak, enggak gayung bersambut," kata dia.
Siti juga menyoroti dampak yang terjadi pada tatanan masyarakat. Sebagai peneliti, dia melihat ada rasa tidak saling percaya di antara masyarakat. Gelombang dukung mendukung pasangan capres cawapres yang begitu luar biasa berujung pada sikap saling caci maki dan tidak percaya itu.
"Padahal siapapun yang menang, jadi presiden kota kok," ujar Siti.
Baca juga: Perdebatan Tak Substansial Dinilai Bikin Visi Misi Capres Tak Tersampaikan
Dia mengatakan pada akhirnya masyarakat juga lah yang harus mendorong agar bisa keluar dari situasi ini. Lembaga pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu harus didorong untuk mengingatkan pasangan capres dan cawapres itu.
Sehingga, sisa waktu kampanye yang ada ini bisa digunakan untuk menjabarkan visi dan misi.
"Jangan harap mereka akan turun sendiri mengingatkan. Masyarakat yang harus teriak," ujar dia.