Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa 17 Oktober 1952, Ketika Tank dan Meriam Mengarah ke Istana..

Kompas.com - 17/10/2018, 12:41 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bagi sebuah negara, militer tentu mempunyai fungsi sebagai garda terdepan dalam perlingungan terhadap kedaulatan. Ketika negara mendapat ancaman dari negara lain, militer bertanggung jawab terhadap kedaulatan.

Saat Indonesia mulai berdaulat pada 17 Agustus 1945, bukan sebuah proses mudah untuk membentuk militernya sendiri.

Prosesi pembentukan Tentara Nasional Indonesia begitu panjang, melalui penggabungan beberapa gerakan, laskar, dan organisasi militer, baik buatan Belanda ataupun Jepang. Tentunya tiap unsur itu mempunyai latar belakang dan pandangan yang berbeda-beda.

Hari ini 66 tahun yang lalu, bertepatan pada 17 Oktober 1952 terdapat peristiwa di Indonesia yang terjadi akibat perbedaan pandangan di internal militer Indonesia.

Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, campur tangan politik memang menjadikan persepsi militer terpecah menjadi dua.

Ada yang menginginkan rasionalisasi tentara sesuai fungsi. Di sisi lain, ada juga yang menginginkan tentara tetap memainkan fungsi ganda, dalam hal ini berpolitik, karena mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).

Hal ini juga berdampak dengan munculnya tuntutan untuk membubarkan DPRS.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Latar Belakang Dibentuknya TNI...

Militer berpolitik

Kondisi politik Indonesia pasca-pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 1949 memang belum sepenuhnya stabil. Kabinet yang dibentuk silih berganti karena munculnya berbagai konflik politik.

Kondisi ini diperparah adanya sejumlah pejabat yang melakukan korupsi dan tindakan yang merugikan negara.

Keadaan itu membuat rakyat merasa geram dan menginginkan percepatan pemilihan umum untuk mengganti anggota parlemen.

Ketika itu memang banyak dari anggota militer yang menjadi pimpinan politik. Selain dari ranah militer, mereka memainkan peran dalam perpolitikan daerah. Hal inilah yang membuat petinggi TNI saat itu, Abdul Haris Nasution untuk bisa merasionalisasi tentara dan mengurangi jumlahnya.

Ketika masalah itu sedang terjadi, muncul keinginan dari Kepala Staf Angkatan Perang Mayor Jenderal TB Simatupang dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel AH Nasution untuk mengembalikan tentara sesuai fungsinya.

Kondisi itu mendapat respons tak baik dari pihak Kolonel Bambang Supeno. Dia tak sependapat dengan AH Nasution. Bambang Supeno bahkan menganggap kinerja AH Nasution tak baik.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tentara PETA Diresmikan, Cikal Bakal TNI

Akhirnya, Supeno mengirimkan surat ke parlemen karena merasa tak puas dengan kepemimpinan AH Nasution.

Internal militer pun terpecah dan membawa masalah ini ke parlemen. DPRS ikut andil dalam masalah itu. DPRS membuat beberapa mosi menyikapi masalah yang terjadi di internal TNI.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com