Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Mitos Efek Jera Hukuman Mati

Kompas.com - 12/10/2018, 16:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selama tidak ada dukungan bukti empiris yang meyakinkan, maka efek penggentar dari hukuman mati tetap akan menjadi sebuah mitos.

Minim dukungan kriminolog

Penelitian Radelet dan Akers yang telah disebut di atas juga memperlihatkan data menarik terkait minimnya dukungan para kriminolog terhadap hukuman mati.

Dalam penelitian ini, Radelet dan Akers bertanya kepada 64 kriminolog ternama Amerika Serikat mengenai efek penggentar hukuman mati.

Kesimpulan penelitian ini adalah hukuman mati dinilai tidak pernah dan tidak akan memiliki efek penggentar yang lebih tinggi dibandingkan dengan hukuman penjara seumur hidup.

Mereka juga menemukan data bahwa hukuman mati merupakan komoditas politik yang berkaitan dengan elektabilitas politikus saat pemilihan umum.

Pada 2009, Radelet melakukan penelitian dengan metode serupa bersama Traci L Lacock. Dengan melibatkan 94 responden, penelitian ini menunjukkan hanya 2,6 persen responden setuju dengan pernyataan bahwa eksekusi mati menggentarkan orang lain untuk melakukan kejahatan pembunuhan. Adapun 86,9 persen lainnya tidak setuju.

Artinya, hanya sebagian kecil kriminolog ternama di Amerika Serikat yang meyakini ancaman atau eksekusi mati mampu mengurangi tingkat pembunuhan. Sebagian besar memercayai penjara seumur hidup justru memiliki efek penggentar lebih tinggi.

Para kriminolog sepakat bahwa hukuman mati tidak ditopang oleh dukungan data empiris yang kuat bahwa hukuman mati dapat menurunkan angka kejahatan.

Meskipun utilitarianisme klasik dianggap sebagai dasar berpikir dari teori dalam penghukuman, dalam "Pengantar Prinsip-prinsip Moral dan Perundang-undangan" (An Introduction to the Principles of Morals and Legislation), Jeremy Bentham menjelaskan ada beberapa kondisi yang menyebabkan sebuah penghukuman tidak lagi dapat dibenarkan.

Kondisi tersebut di antaranya ketika penghukuman tidak memberikan yang diharapkan dalam mencegah kejahatan atau terdapat bentuk hukuman lain yang lebih mampu mencapai tujuan tersebut.

Oleh karena minimnya bukti dan dukungan data empiris, sebagaimana terjadi pula di Indonesia, pemerintah semestinya mengevaluasi praktik hukuman mati.

Iqrak Sulhin
Ketua Departemen Kriminologi, FISIP, Universitas Indonesia

---

Artikel ini ditayangkan berkat kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia dengan judul asli "Membongkar mitos hukuman mati". Isi artikel di luar tanggung jawab Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com