Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengungsi di Palu dan Donggala Mudah Emosi, Ini Penjelasan Psikolog

Kompas.com - 03/10/2018, 15:11 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pasca-bencana gempa dan tsunami yang menghantam sejumlah daerah di Sulawesi Tengah, berbagai infrastruktur hancur. Hal itu menyebabkan Palu, Donggala, dan beberapa kota lain terisolasi di tengah keadaan krisis.

Kelangkaan bahan pangan, air bersih, listrik, dan beragam barang logistik lainnya harus dihadapi oleh korban selamat yang berada di barak pengungsian.

Di tengah kondisi sulit itu, akses bantuan sangat terbatas karena terkendala berbagai hal.

Hingga terdengat kabar, banyaknya pengungsi yang marah-marah dan mudah tersulut emosi.

Salah satunya disampaikan oleh istri Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo Syamsuddin Said (Pasha), Adelia Pasha, melalui akun Instagram miliknya, Selasa (2/10/2018).

Baca juga: Istri Pasha Ungu Ikut Distribusikan Bantuan kepada Korban Tsunami Palu

Kilas cerita Adelia Pasha di Instagram, Selasa (2/10/2018) tentang keadaan pengungsi di Palu.Instagram/ Adelia Pasha Kilas cerita Adelia Pasha di Instagram, Selasa (2/10/2018) tentang keadaan pengungsi di Palu.

Memenuhi kebutuhan dasar

Menurut Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Koentjoro Soeprapto, sikap pengungsi yang mudah emosi terjadi akibat rasa panik. Kepantikan itu antara menderita, lapar, serta dilanda ketidakpastian.

"Banyak penelitian psikologi sosial menyebutkan bahwa ketika tikus-tikus dilaparkan maka saling membunuh," kata Koentjoro, saat dihubungi Kompas.com, kemarin.

"Paling mengerikan kalau basic need tidak terpenuhi, mereka diombang-ambingkan situasi ketidakpastian," ucapnya.

Baca juga: Kebutuhan Dasar untuk 61.867 Pengungsi di Palu-Donggala Belum Terpenuhi

Koentjoro menjelaskan, sifat ini adalah "human animal" yang akan segera pulih saat semua kebutuhan dasar telah terpenuhi.

Bukan hanya orang dewasa yang mengalami kondisi ini. Kepanikan yang dirasakan orangtua, menurut Koentjoro, juga dapat menular pada anak-anaknya.

"Kepanikan orangtua berimbas pada anak-anaknya. Panik, mudah tersinggung, mudah marah," ujarnya.

Guru besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Koentjoro Soeparno.Koentjoro Soeparno Guru besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Koentjoro Soeparno.
Hal utama yang harus dilakukan adalah memenuhi kebutuhan dasar yang saat ini masih sulit untuk didapatkan.

"Mereka harus dipenuhi kebutuhan dasarnya, dibuat merasa aman," ucap Koentjoro.

Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah pemerataan distribusi bantuan kepada seluruh masyarakat terdampak bencana.

"Politisi, birokrat dan kaum menengah ke atas, karena mereka memiliki jaringan sosial yang luas, cenderung menerima bantuan lebih banyak dan menumpuk," ujar Koentjoro.

Penjarahan

Ketika disinggung masalah penjarahan alat-alat elektronik dan kendaraan bermotor yang dilakukan sejumlah oknum masyarakat di Palu dan Donggala, Koentjoro menyebut hal itu sebagai tindak kriminal.

Karena itu, dia menyerahkan kepada polisi dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Dengan demikian, perilaku kriminal itu tidak merugikan pengungsi lain.

"Kalau penjarahan di luar sembilan kebutuhan pokok, itu kriminal dan wajib ditindak. Hukum harus tegas," kata dia.

Kompas TV Selain itu, sebanyak 2.549 orang luka berat. Mereka tengah dirawat di rumah sakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com