Perubahan mental di generasi ini perlu dilakukan karena biasanya pada usia mudalah mereka memiliki mental state tidak mau kalah, cepat emosi dan ingin menjadi yang terbaik di antara teman-temannya.
Lebih dari itu, Rigat mengatakan, kadang anak muda juga sering salah persepsi dari keinginan untuk jadi yang terbaik. Contohnya di jalan, mereka sering ingin balap-balap karena ini menjadi yang terbaik atau tercepat sampai ke tempat tujuan.
“Padahal menjadi terbaik di jalan raya tidak mendapatkan piala. Namun bila mereka menjadi yang terbaik atau panutan dalam keselamatan berkendara, barulah itu benar-benar adalah juara dalam hal keselamatan berkendara,” ungkapnya.
Pria berusia 39 tahun ini juga prihatin dengan banyak orangtua yang dengan mudahnya memberikan kendaraan roda dua untuk anak mereka yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).
Menurut Rifat, banyak orangtua melakukan itu karena tidak mau repot mengantar anaknya ke sekolah. Padahal, seharusnya orangtua baru boleh memberikan kendaraan bermotor kepada anaknya di usia 17 tahun, umur saat mereka sudah bisa membuat Surat Ijin Mengemudi (SIM).
“Kenapa SIM baru bisa didapatkan di usia 17 tahun? Ini karena pada usia itu pola pikir mereka sudah menuju dewasa. Dewasa dalam arti bisa bersikap dan menentukan yang terbaik untuk apa yang akan mereka lakukan,” katanya.
Untuk itu, lanjut Rifat, memberikan anak SMP kendaraan sama saja memberikan tools kepada mereka untuk bunuh diri. Orangtua pun harus ingat dan tahu akan hal ini.
Rifat juga berbicara tentang fenomena balap liaryang masih terjadi di beberapa tempat di ibu kota. Untuk mengatasi itu, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebaiknya memberikan solusi.
Solusi yang dimaksud adalah dengan membangun fasilitas untuk anak muda yang mencintai dunia balap. Dengan demikian mereka memiliki tempat untuk menyalurkan minatnya.
“Yang saya bicarakan di sini fasilitas balap, bukan masalah MotoGP , masalah track balap Formula1 dan lain-lain, bukan itu. Sekarang kita realistis aja, yang paling ramai di jalan itu adalah drag bike atau tarik tarikan di jalan. Untuk itu kita perlu satu buah sirkuit lebar 10 meter dan panjang 1,5 km untuk bisa menyalurkan inspirasi mereka,“ terangnya.
Sebagai seorang pembalap nasional, Rifat tahu benar betapa pentingnya keselamatan. Banyak orang yang berpikir bahwa menjadi pebalap itu pasti berbahaya dan penuh risiko.
Justru karena sudah menyadari resikonya, maka untuk mengantisipasi itu seorang pebalap akan menggunakan safety device yang mumpuni, seperti baju balap, sepatu balap, sarung tangan, helm, hand and neck support dan lain-lain.
“Justru karena saya seorang pebalap, maka saya selalu prepare. Nah bila kita di jalan raya, risiko yang kita hadapi justru lebih besar karena tidak prepare dengan baik seperti ketika membalap,” ujar Rifat.
“Karena balapan, sekencang apapun, arahnya semuanya pasti sama. Sementara itu, di jalan raya arahnya beragam, jadi kita harus bisa antisipasi resiko ketika berada di jalan raya,” pungkasnya.
Penghargaan Abdi Yasa teladan
Berangkat dari begitu pentingnya peran pengemudi dalam keselamatan berkendara, Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat (Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun menggelar acara penghargaan pengemudi teladan atau Penghargaan Abdi Yasa Teladan.