Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Pahamnya Perokok yang Bangga "Menyumbang" BPJS Kesehatan

Kompas.com - 21/09/2018, 15:16 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan presiden (perpres) mengenai pemanfaatan cukai rokok dari daerah untuk menutup defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Menanggapi hal itu, sebagian orang di media sosial mengaku bangga menjadi perokok karena aktivitasnya yang banyak ditentang ternyata memberi sumbangsih bagi pelayanan kesehatan masyarakat melalui BPJS Kesehatan.

Selain itu, di media sosial juga muncul beragam gambar bungkus rokok yang diedit sedemikian rupa sehingga menampilkan gambar-gambar terkait BPJS Kesehatan.

Kemasan rokok BPJS.Twitter Kemasan rokok BPJS.

Gambar terkait BPJS Kesehatan itu terpampang dalam bagian yang semestinya bergambar ilustrasi bahaya merokok.

Peringatan pemerintah yang semestinya dicantumkan di bungkus rokok juga ikut diubah dengan narasi yang menyebutkan bahwa merokok dapat membantu BPJS Kesehatan, seperti:

"Merokok Meringankan BPJS" atau "Merokok Mendukung BPJS"

Salah Kaprah

Ketua Indonesian Health Economic Association (InaHea) Hasbullah Thabrany mengatakan, fenomena tersebut merupakan sebuah kesalahpahaman.

"Saya kira itu salah paham bahwa uang yang dipakai itu bukan sumbangan perokok, itu denda atas pelanggaran orang-orang berperilaku buruk dan merugikan dirinya juga merusak lingkungan," kata Hasbullah kepada Kompas.com, Jumat (21/9/2018) siang.

Ia menganalogikan cukai rokok tidak berbeda dengan tilang kepolisian karena melanggar aturan lalu lintas. Selain itu, dia juga menilai cukai rokok sama seperti dam bagi jemaah haji karena melanggar aturan di Tanah Suci.

Uang hasil tilang dan dam itu kemudian dikumpulkan melalui lembaga tertentu dan dialokasikan untuk berbagai kepentingan masyarakat luas, misalnya membangun infrastruktur jalan, pendidikan, dan sebagainya.

Baca juga: Perpres Cukai Rokok Penambal Defisit BPJS Kesehatan Diterbitkan, Pendapatan Daerah Otomatis Berkurang

Anggota Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany di kawadan Menteng, Jakarta, Senin (6/3/2017)KOMPAS.COM/LUTFY MAIRIZAL PUTRA Anggota Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany di kawadan Menteng, Jakarta, Senin (6/3/2017)
Menurut Hasbullah, begitu pula dengana cukai rokok yang dibayarkan kepada pemerintah untuk bidang kesehatan, menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Jika dikembalikan ke arti dasarnya, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.

Berdasarkan penjelasan di laman Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, terdapat tiga jenis barang yang dikenai cukai, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.

Barang-barang yang dikenai cukai adalah yang konsumsinya perlu dikendalikan, keberadaannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat/lingkungan hidup, dan pemakaiannya perlu pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Baca juga: Cukai Ikut Tambal BPJS Kesehatan, YLKI Berharap Produksi Rokok Tak Naik

Rokok termasuk barang yang dikenai cukai karena merupakan produk turunan dari tembakau, dan pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com