Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Perintahkan KPUD Tunda Pelaksanaan Putusan Bawaslu soal Bacaleg

Kompas.com - 03/09/2018, 11:41 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memerintahkan sejumlah KPU Daerah (KPUD) untuk menunda pelaksanaan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meloloskan mantan narapidana korupsi sebagai bakal calon legislatif (bacaleg).

Perintah tersebut dituangkan dalam surat edaran (SE) yang dikirimkan KPU RI ke sebelas KPUD yang di daerahnya terdapat bacaleg mantan napi korupsi, baik tingkat provinsi, kabupaten, kota, maupun calon anggota DPD.

"SE sudah kami kirimkan pada 31 Agustus," kata Komisioner KPU Ilham Saputra saat dihubungi, Minggu (2/9/2018) malam.

Surat edaran tersebut, menurut Ilham, memuat empat poin informasi.

Pertama, pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota merujuk kepada aturan dalam Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 dan Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2017 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Baca juga: Perludem: Loloskan Bacaleg Eks Koruptor, Bawaslu seperti Balas Dendam ke KPU

Kedua, pencalonan anggota DPD merujuk kepada aturan dalam Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang merupakan perubahan kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD.

Ketiga, dalam menghadapi putusan Bawaslu yang meloloskan mantan narapidana korupsi sebagai bacaleg, KPU dan jajarannya tetap berpedoman pada PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan PKPU Nomor Nomor 26 Tahun 2018 yang merupakan perubahan kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD.

Kedua PKPU tersebut masih berlaku dan belum dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). 

Keempat, meminta KPU daerah untuk menunda putusan Bawaslu dan jajarannya yang meloloskan mantan narapidana korupsi menjadi bacaleg. Penundaan dilakukan sampai adanya putusan uji materi dari MA atas dua PKPU di atas.

Perintah penundaan pelaksanaan putusan Bawaslu tersebut dibenarkan oleh Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos.

Betty mengatakan, pihaknya telah menerima surat edaran dari KPU RI yang isinya memerintahkan KPUD yang daerahnya didapati bacaleg mantan napi koruptor, untuk menunda tindak lanjut putusan Bawaslu.

Penundaan tersebut akan dilaksanakan hingga terbitnya putusan MA terkait PKPU.

"KPU RI sudah menyurati kami semua se-Indonesia yang punya kasus yang sama. Yang intinya menunda tindak lanjut putusan Bawaslu sampai putusan MA keluar," kata Betty saat dihubungi secara terpisah, Minggu (2/9/2018).

Menurut Betty, sebagai institusi hierarkis yang berada di bawah KPU, pihaknya akan melaksanakan perintah yang tertuang dalam surat edaran tersebut.

Baca juga: Lolosnya Taufik sebagai Bacaleg...

Sebelumnya, Bawaslu kembali meloloskan bacaleg mantan narapidana korupsi. Bacaleg tersebut berjumlah tujuh orang, masing-masing berasal dari Bulukumba, Palopo, DKI Jakarta, Belitung Timur, Mamuju, dan Tojo Una-Una.

Dari Belitung Timur, bacaleg mantan napi korupsi berjumlah dua orang.

Jumlah tersebut menambah daftar mantan narapidana korupsi yang diloloskan Bawaslu sebagai bacaleg. Setelah sebelumnya Bawaslu juga meloloskan lima bacaleg mantan napi korupsi, masing-masing dari Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Rembang, dan Pare-Pare.

Kompas TV Meski demikian Laode menyebut hal ini merupakan kewenangan sepenuhnya dari KPU dan Bawaslu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com