Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Perbedaan soal Data Korban Gempa Lombok, BNPB Mengaku Hati-hati

Kompas.com - 08/08/2018, 22:36 WIB
Devina Halim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta masyarakat untuk memercayakan informasi terkait data korban ataupun kerusakan akibat gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dirilis oleh pihaknya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, data dampak bencana yang diakui oleh pemerintah bersumber dari BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Oleh sebab itu, keabsahan data menjadi prioritas bagi BNPB. Sebab, identitas yang valid dibutuhkan menyangkut santunan dukacita bagi ahli waris korban dari pemerintah.

Sutopo mengakui bahwa dampaknya terlihat pada proses penyampaian yang memang cenderung lamban.

"Penyampaian data korban bencana bukan soal cepat-cepatan tetapi adalah kehati-hatian untuk menjamin data tersebut benar," kata Sutopo dalam rilisnya, Rabu (8/8/2018).

"Seringkali data yang keluar dari BNPB dan BPBD lambat dibanding data lain, sebab perlu verifikasi agar valid," ujar dia.

Baca juga: Pasokan Layanan Kesehatan Dinilai Cukup Tangani Korban Gempa Lombok

Tanggapan Sutopo tersebut disampaikan terkait perbedaan data jumlah korban dari berbagai institusi terkait gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sebelumnya, menurut Sutopo, ada informasi bahwa TNI merilis data korban meninggal dunia sebanyak 381 orang, per Rabu (8/8/2018) pukul 15.00 Wita.

Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Barat TGB Muhammad Zainul Majdi dan Basarnas menyebutkan 226 orang yang meninggal dunia.

Padahal, data terakhir menurut BNPB per Rabu (8/8/2018) pukul 12.00 WIB, terdapat 131 korban meninggal dunia.

Perbedaan juga terlihat pada data jumlah korban yang mengalami luka berat. TNI menyebutkan 672 orang yang menderita luka berat. Di sisi lain, BNPB mencatat sejumlah 1.477 yang mengalami luka berat.

Terkait penderita luka ringan, TNI mendata sebanyak 361 orang. Sementara, BNPB mengakui pihaknya belum memiliki data valid terkait kategori penderita ini karena jumlahnya yang sangat banyak.

Pengungsi yang terdata oleh TNI yaitu 270.168 orang. Lain halnya dengan BNPB yang mencatat terdapat 156.003 pengungsi.

Data lain yang berbeda adalah jumlah rumah yang rusak. TNI mendapati 22.721 unit yang mengalami kerusakan. Tetapi, BNPB mencatat rumah yang rusak mencapai 42.239 unit.

Sutopo menilai, perbedaan data sudah sering terjadi, apalagi saat masa tanggap darurat bencana.

Kebutuhan akan laporan penanganan yang cepat membuat setiap institusi menggunakan data yang dimiliki masing-masing. Akibatnya, kemungkinan terjadi identitas yang dobel.

"Masing-masing lembaga diminta membawa data identitas korban meninggal dengan lebih detil, yaitu nama, usia, gender dan alamat. Data akan di-cross check satu sama lain," ucapnya.

"Seringkali satu korban tercatat lebih dari satu. Misal, instusi menyebutkan nama panggilan sehari-hari, nama lengkap, atau nama kecilnya sehingga data terhitung 3 orang," ucap Sutopo.

Solusinya, dibutuhkan koordinasi serta pertemuan untuk mencocokkan data antarinstitusi yang ikut dalam proses penanganan gempa Lombok ini.

Sampai saat ini, tim SAR gabungan masih melakukan proses evakuasi. Sutopo memprediksi jumlah korban akibat bencana tersebut masih akan bertambah.

Kompas TV Jenazah yang berhasil dievakuasi diduga adalah keluarga juara dunia lari junior, Lalu Muhammad Zohri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com