Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Jangan Kendor Lawan Caleg Eks Koruptor

Kompas.com - 01/08/2018, 11:16 WIB
Ihsanuddin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat diimbau untuk ikut memantau ada atau tidaknya eks koruptor dalam daftar calon legislatif yang telah diserahkan parpol ke Komisi Pemilihan Umum.

Publik bisa ikut memberi masukan apabila masih ada caleg mantan koruptor yang lolos dari pantauan KPU.

"Partisipasi publik sangat diperlukan karena dalam ruang publik yang terbuka, pemilu yang berintegritas dapat terjamin," kata pengamat politik dari PARA Syndicate Ari Nurcahyo saat dihubungi, Rabu (1/8/2018).

Baca juga: KPU Tunggu Pengganti 5 Caleg DPR Eks Koruptor dari Golkar dan PKB hingga Pukul 00.00

Ari berpendapat, sangat sulit untuk mempercayai inisiatif dari internal partai untuk tidak mencalonkan mantan koruptor.

Oleh karena itu, diperlukan kekuatan dari eksternal, mulai dari KPK, Mahkamah Agung, hingga masyarakat untuk memaksa parpol melaksanakan reformasi di tubuhnya.

“Sipil jangan kendor untuk melawan hegemoni politik,” ucap Ari.

Baca juga: KPU Masih Mendata Jumlah Caleg Eks Koruptor di Tingkat DPRD

Ari menilai, banyaknya mantan koruptor yang terdaftar dalam bakal calon legislatif di tingkat DPR, kota, kabupaten dan provinsi ini merupakan kemunduran demokrasi.

“Ini menjadi catatan gelap demokrasi kita," kata Ari.

Ari mengatakan, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) setelah rezim Soeharto sudah dicoba untuk diputus pada era reformasi.

Berbagai cara dilakukan, mulai dari pembentukan KPK, tap MPR, hingga perangkat undang-undang. Namun, kini upaya tersebut justru dirusak oleh partai politik.

“Tidak ada kesatuan antara visi atau platform partai yang menyatakan mendukung gerakan antikorupsi, mendukung KPK. Pernyataan semua politisi seperti itu. Tetapi sikap dan tindakan parpol begitu berbeda," ujar dia.

Baca juga: Punya Bacaleg Eks Koruptor Terbanyak, Gerindra Akui Tak Bisa Deteksi

Padahal, menurut Ari, partai politik di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat kuat. Semua proses politik harus melalui partai politik.

Namun pada sisi lain, partai politik sangat jauh dari pilar utama demokrasi.

KPU sebelumnya telah menyelesaikan proses verifikasi caleg yang merupakan mantan napi korupsi, kasus narkoba, dan kasus pelecehan seksual pada anak.

Berkas calon yang terindikasi mantan napi telah dikembalikan oleh KPU kepada parpol untuk diperbaiki.

Selasa (31/7/2018) malam, pukul 00.00 WIB, merupakan batas akhir pengumpulan perbaikan oleh parpol.

Setelah itu, KPU akan menyusun dan mengumumkan daftar calon sementara (DCS) kepada publik, pada 8-12 Agustus 2018.

Pada tahap ini, seluruh data akan dibuka agar masyarakat dapat menyampaikan tanggapan dan masukan terhadap DCS, pada 12-21 Agustus 2018.

Jika ada masukan, KPU akan mengklarifikasi kepada parpol pada 22-28 Agustus 2018. Parpol diberi waktu untuk memberi tanggapan pada 29-31 Agustus 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com