JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengungkapkan, pihaknya menyoroti pemungutan suara ulang di 69 tempat pemungutan suara (TPS) dalam Pilkada 2018 kemarin.
Meskipun jumlahnya kecil, Arief menilai temuan ini akan menjadi bahan evaluasi bagi KPU untuk menekan potensi pemungutan suara ulang di Pemilu 2019.
Misalnya, KPU berencana meningkatkan pelatihan terhadap Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).
"Ke depan, tentu pelatihan dan bimtek (bimbingan teknis) pada pemilih dan penyelenggara harus bisa ditingkatkan dan diberikan pemahaman yang baik," ujar Arief, di gedung KPU, Jakarta, Jumat (13/7/2018).
Baca juga: Pilkada Sultra, Bawaslu Rekomendasikan 32 TPS di Sulawesi Tenggara Gelar Pencoblosan Ulang
Sebab, pemungutan suara ulang bisa terjadi salah satunya akibat pemilih yang menggunakan hak pilihnya lebih dari sekali dan luput dari petugas KPPS.
"Misalnya, dia menggunakan hak pilih lebih dari sekali. Ini karena ada, mohon maaf nih, ada orang yang nakal juga. Kebetulan juga KPU-nya kurang teliti sehingga dia bisa gunakan hak pilih lebih dari sekali," ujar Arief.
Namun, KPU juga dihadapkan pada persoalan anggaran untuk membina petugas KPPS. Ia mengatakan, anggaran KPU hanya mampu mendukung pelatihan hanya untuk 2 orang petugas KPPS.
Padahal, petugas KPPS biasanya terdiri dari 7 orang. Sehingga, petugas KPPS lainnya hanya mendapatkan transfer informasi dari petugas yang telah dilatih.
"Padahal, kalau mau ideal, 7 orang harus dilatih. Tapi, bayangkan 7 orang dikali 801.000 lebih TPS di (Pemilu) 2019. Itu kan bukan uang yang kecil," kata dia.
Baca juga: Bawaslu Rekomendasikan 23 TPS di NTT Gelar Pencoblosan Ulang
KPU, kata dia, akan mengandalkan buku panduan yang nantinya bisa dipelajari petugas KPPS. Hal itu menjadi jalur alternatif menyikapi keterbatasan anggaran serta menghindari pemungutan suara ulang.