Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasdem Usul Cawapres Jokowi Jangan dari Parpol

Kompas.com - 11/07/2018, 17:22 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Partai Nasdem mengusulkan agar calon wakil presiden pendamping Joko Widodo pada Pilpres 2019 tidak berasal dari partai politik. Ini dinilai dapat menjadi solusi bagi parpol pendukung Jokowi yang saat ini berebut posisi cawapres.

"Lebih baik dari Nonpartai Wakilnya, itu lebih baik untuk menjaga soliditas koalisi," kata Anggota Dewan Pakar Partai Nasdem Taufiqulhadi saat dihubungi, Rabu (11/7/2018).

Nasdem sendiri, kata Taufiq, sejak awal tidak pernah memaksakan ketua umumnya untuk menjadi calon wakil presiden bagi Jokowi. Nasdem menyerahkan sepenuhnya keputusan di tangan kepala negara.

Ia berharap sikap serupa juga ditunjukkan oleh parpol pendukung lainnya.

Baca juga: Syarat Cawapres Jokowi, dari Chemistry hingga Faktor Elektoral

"Saya berharap parpol tidak perlu memasukkan kadernya menjadi wapres. Itu lebih baik dan akan membangun sebuah situasi yang mendukung kebersamaan," kata Anggota Komisi III DPR ini.

Taufiq beranggapan, jika Jokowi mengambil cawapres dari salah satu partai yang mendukungnya, maka partai tersebut memang akan mendapat keuntungan. Namun, partai lain yang tidak dipilih dikhawatirkan menjadi tidak solid dan tidak maksimal dalam upaya pemenangan.

Sebaliknya, figur cawapres non-parpol akan meningkatkan kebersamaan partai pendukung dalam memenangkan Jokowi pada pilpres tahun depan.

"Kita koalisi biar ada semangat bersama yang dibangun. Jadi jangan kemudian pasangan tersebut hanya dekat dengan satu dua partai," ujar dia.

Baca juga: Kata Moeldoko, Ada 4 Syarat Untuk Jadi Cawapres Jokowi

Taufiq pun menilai, ada banyak tokoh non parpol yang ideal untuk menjadi pendamping Jokowi. Salah satu nama yang menguat, menurut dia adalah mantan Ketua MK Mahfud MD.

Menurut dia, sejumlah survei sudah menunjukkan bahwa Mahfud MD akan meningkatkan elektabilitas Jokowi. Kapabilitas Anggota Dewan Pengarah Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP) itu juga menurut dia tidak perlu diragukan.

"Beliau seorang guru besar tata negara, pernah menjadi ketua MK, dekat dengan berbagai pihak, dengan kaum modernis, dengan kaum Islam tradisional, menurut saya cukup baik," kata dia.

Presiden Jokowi sebelumnya mengaku sudah memutuskan siapa cawapres yang akan mendampingi maju pada pemilihan presiden 2019.

Namun, ia belum bersedia menyebutkan nama tersebut kepada publik.

"(cawapres) sudah ada, tinggal diumumin," kata Jokowi kepada wartawan di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (7/7/2018).

Jokowi tidak menjelaskan cawapres yang dimaksudnya hanya satu atau banyak nama. Jokowi meminta wartawan dan publik bersabar. Pengumuman nama cawapres, kata dia, harus dilakukan pada waktu yang tepat.

Namun, partai politik pendukung pemerintah selain PDI-P mengaku belum pernah diajak bicara siapa cawapres yang dipilih oleh Jokowi.

Kompas TV Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan nama Cawapres Joko Widodo adalah wewenang dari partai koalisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com