Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR Anggap KPU Berlebihan Larang Eks Koruptor Jadi Caleg

Kompas.com - 02/07/2018, 14:18 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPR Bambang Soesatyo menganggap Komisi Pemilihan Umum (KPU) berlebihan menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) yang melarang eks narapidana koruptor menjadi calon anggota legislatif.

Menurut dia, Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang semestinya menjadi dasar penyusunan PKPU justru membolehkan eks koruptor menjadi caleg sepanjang yang bersangkutan mengumumkan statusnya sebagai eks narapidana.

"Jadi, sebenarnya, menurut saya, terlalu berlebihan kalau KPU mengambil keputusan itu. Enggak perlu lagilah kita membangun pencitraan. Patuhi saja aturan dan serahkan kepada partai dan masyarakat," kata politisi yang akrab disapa Bamsoet itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).

Baca juga: KPU: Eks Koruptor Resmi Dilarang Ikut Pileg 2019

Ia menilai, saat ini pemilih sudah cerdas sehingga tak perlu lagi dibuat larangan semacam itu. Menurut dia, KPU seolah menilai pemilih belum cerdas sehingga diperlukan larangan tersebut.

Bamsoet meyakini pemilih mampu memilih caleg yang berkualitas sehingga larangan semacam itu tak diperlukan.

"Biarlah soal eks napi ini dipilih lagi atau tidak ini masyarakat yang memilih. Masyarakat kita sudah cerdas. Itu artinya saya menilai kalau KPU tetap memaksakan diri berarti KPU masih menilai masyarakat kita tidak cerdas," kata dia.

Baca juga: Ketua KPU Anggap Sah PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Ia meyakini partai akan mendahulukan kader terbaik yang bersih dari catatan kasus korupsi untuk dicalonkan.

"Partai tentu punya strategi dan pertimbangan sendiri, tanpa aturan itu pun pertimbangan partai adalah bahwa pasti mendahulukan kader-kader yang baik," ujarnya.

"Namun, tidak tertutup kemungkinan justru di daerah itu yang mantan napi justru memperoleh atau menjadi tokoh masyarakat. Nah, soal aturan, kan, yang bersangkutan sudah menebus kesalahannya dengan menjalankan hukuman yang ada," lanjut politisi Golkar itu.

Ketua KPU Arief Budiman sebelumnya mengklaim Peraturan KPU (PKPU) No 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan Kota sudah sah.

PKPU itu mengatur larangan pencalonan eks koruptor, eks bandar narkoba, dan eks pelaku kejahatan seksual anak.

Baca juga: Presiden Jokowi Hormati KPU yang Larang Eks Koruptor Jadi Caleg

PKPU itu menjadi polemik, khususnya terkait pelarangan mantan koruptor menjadi calon wakil rakyat.

Arief mengklaim, PKPU tersebut sah dan bisa diberlakukan meskipun belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

KPU menganggap pengesahan peraturan lembaga negara sedianya dilakukan oleh lembaga negara yang bersangkutan, bukan Kemenkumham.

"Misalnya, Peraturan Menteri Perindustrian, yang mengesahkan siapa? Menteri Perindustrian," kata Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com