DALAM edisi awal Juni 2018, majalah The Economist menulis tentang pariwisata di Jepang. Sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara, Jepang berusaha keras menambah jumlah wisatawan yang masuk ke negeri matahari terbit tersebut.
Upaya itu berhasil menambah jumlah wisatawan sehingga meningkat drastis sejak dicanangkan pada 2013. Namun, sejak tahun ini ada kendala cukup serius yang disebabkan makin banyaknya penduduk usia tua.
Sebagaimana diketahui, populasi Jepang didominasi oleh penduduk usia tua, rata-rata di atas 65 tahun. Berdasarkan data pencatatan sipil Jepang per 1 Januari 2017, populasi penduduk Jepang tercatat sebanyak 123,58 juta jiwa.
Dari jumlah tersebut, penduduk berusia di atas 65 tahun mendominasi total populasi dengan jumlah 27,2 persen.
Jumlah populasi ini terus menurun karena jumlah kematian lebih besar dari jumlah kelahiran. Sebagai contoh, pada 2016 tercatat 1,30 juta jiwa meninggal dunia, sementara yang lahir hanya 981.200-an jiwa.
Dengan banyak penduduk usia tua, pemerintah Jepang merasa kesulitan mencari tenaga pendukung pariwisata, seperti pengemudi bus dan taksi, tenaga kebersihan atau room boy hotel.
Beberapa rute bus wisata harus dikurangi karena kekurangan pengemudi. Jumlah taksi kurang memadai untuk mobilitas wisatawan. Beberapa penginapan di daerah wisata bahkan memberikan diskon khusus bila kita menginap, namun kamarnya tidak dibersihkan.
Terkait panjangnya usia orang Jepang ini, mengingatkan saya pada profesor pembimbing saat saya melanjutkan sekolah di Jepang. Menurut dia, ada beberapa faktor yang memengaruhi kondisi tersebut.
Faktor pertama adalah dari makanan. Orang Jepang makan dengan makanan yang sangat higienis dan bergizi. Banyak yang memakan menu dengan berbagai macam jenis ikan, bahkan ikan mentah.
Ikan mempunyai gizi tinggi serta rendah kalori. Bila harus digoreng, makanan yang digoreng akan dimasak dengan sangat kering sampai minyak goreng tidak melekat di makanan tersebut.
Tidak seperti kebanyakan orang Indonesia, makanan yang dimasak tidak akan dihidangkan lebih dari satu hari. Di supermarket, setiap malam biasanya terdapat potongan harga untuk makanan yang dimasak pagi harinya.
Faktor yang berikutnya adalah olahraga. Penduduk Jepang terbiasa berolahraga sejak kecil. Di tempat umum, kita bisa melihat banyak warga Jepang yang melakukan olahraga baik jalan kaki, jogging maupun bersepeda.
Hal ini dilakukan oleh penduduk muda sampai tua dan di segala waktu. Warga Jepang juga biasa berjalan kaki atau mengendarai sepeda setelah turun dari bus atau kereta untuk menyambung perjalanannya.
Faktor ketiga adalah adanya peran pemerintah untuk meningkatkan kesehatan penduduknya. Pemerintah menyediakan sarana-sarana olahraga yang memadai di setiap wilayahnya.
Di setiap distrik, terdapat lapangan luas serta gym yang dilengkapi dengan tempat fitnes serta kolam renang. Warga dapat menggunakan fasilitas ini dengan biaya murah.