Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Pengesahan dari Kemenkumham, PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg Tetap Berlaku

Kompas.com - 22/06/2018, 18:36 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat bahwa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai larangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai calon legislator, seharusnya sudah dapat diberlakukan.

Bahkan, meskipun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia belum mengundangkan PKPU itu ke dalam lembaran atau berita negara.

"Ada empat kriteria sebuah peraturan perundangan dicantumkan menjadi lembaran negara atau berita negara supaya diketahui oleh setiap orang. Pertama, undang-undang. Kedua, peraturan pemerintah. Ketiga, peraturan presiden dan keempat, peraturan lain yang oleh peraturan dan perundangan harus dicantumkan ke dalam lembaran negara untuk disampaikan ke publik," papar Feri dalam diskusi di bilangan Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).

"Nah, tak ada secara eksplisit bahwa PKPU adalah peraturan yang harus dicantumkan ke dalam lembar negara atau berita negara," lanjut dia.

Baca juga: Langkah KPU Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Terganjal Pemerintah

Lantas, di mana letak PKPU dalam administrasi peraturan perundangan?

Feri menjelaskan, KPU adalah lembaga independen. KPU tidak boleh dipengaruhi oleh lembaga mana pun, bahkan termasuk eksekutif.

"Maka, semestinya, begitu (PKPU larangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai calon legislator) sah berlaku dengan sendirinya. Kemenkumham hanya menjadi lembaga yang ditugaskan untuk mengundangkan, wajib mengundangkannya demi kepentingan publik, agar masyarakat mengetahui aturan yang dibuat KPU," lanjut Feri.

Apalagi, merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, apabila Kemenkumham tidak mau mengundangkan sebuah peraturan, maka peraturan tersebut sah berlaku 10 hari setelah diteken oleh lembaga yang membuat aturan.

Baca juga: PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Akan Diundangkan jika...

"Dalam UU Administrasi Pemerintah, Pasal 31, 32, 33, 34, 52 dan 53, kalau ada badan atau pejabat tata usaha negara tidak melakukan keputusan/tindakan/perbuatan yang semestinya dilakukan, dalam hal ini Kemenkumham harus mengundangkan karena itu amanah UU, dia tidak melakukannya, maka 10 hari kemudian, aturan tetap sah berlaku," ujar Feri.

Sebelumnya, Kemenkumham menegaskan, PKPU tersebut tak juga diundangkan menjadi peraturan perundang-undangan karena materinya bertentangan dengan undang-undang.

"Materinya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan peraturan yang lebih tinggi. Itu pangkal masalahnya," kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana melalui pesan singkatnya, Kamis (21/6/2018).

Baca juga: Jokowi Minta KPU Telaah Lagi Larangan Mantan Napi Korupsi Nyaleg

KPU akan menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah pakar hukum tata negara, Jumat sore. KPU meminta pandangan terkait sikap Kementerian Hukum dan HAM yang menolak aturan larangan mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.

Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, pihaknya ingin mengundangkan secara mandiri PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.

"Kelamaan menunggu Kemenkumham," ujar Arief di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat.

Kompas TV Jalan tengah seperti apa yang bisa diambil agar upaya menciptakan anggota legislatif yang bersih dan berintegritas bisa terwujud?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com