JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) telah melakukan kampanye dini di luar jadwal yang sudah ditentukan oleh penyelenggara pemilu.
Kampanye tersebut berupa pemasangan iklan oleh PSI di media cetak Jawa Pos pada 23 April 2018 lalu. Padahal, Komisi Pemilihan Umum menetapkan jadwal kampanye pada 23 September 2018 hingga 13 April 2019.
"(Pemasangan iklan itu) termasuk dalam kegiatan melakukan kampanye sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tetang Pemilihan Umum," kata Ketua Bawaslu Abhan membacakan temuan Bawaslu, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Baca juga: Dianggap Kampanye Dini, PSI Dilaporkan ke Bareskrim oleh Bawaslu
Dalam iklan tersebut, PSI mengajak masyarakat terlibat dalam mengisi survei calon wakil presiden dan kabinet kerja Presiden Joko Widodo 2019-2024.
Iklan turut mencantumkan foto Presiden Joko Widodo, lambang PSI, Nomor urut 11, alternatif calon wakil presiden dengan 12 foto dan nama, serta 129 foto dan nama calon untuk jabatan-jabatan menteri dan/atau pejabat tinggi negara.
Abhan mengatakan, lewat iklan tersebut PSI sudah berupaya menunjukkan citra diri lewat pemasangan logo dan nomor urut. Upaya menunjukkan citra diri itu lah yang dianggap memenuhi unsur kampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 35 UU Pemilu.
"Ini sudah mengandung unsur kampanye. Salah satunya ada logo dan nomor urut. Meski tidak ada visi misi," kata Abhan.
Baca juga: Dipolisikan Bawaslu, Sekjen PSI Bilang Apa karena Kami Partai Baru?
Bawaslu telah melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni serta Wakil Sekretaris Jenderal PSI Chandra Wiguna merupakan dua pengurus yang paling bertanggungjawab atas pemasangan iklan tersebut.
"Bahwa perbuatan Raja Juli Antoni, Sekjen PSI, dan Chandra Wiguna, Wakil Sekjen PSI, yang melakukan kampanye melalui iklan media cetak Jawa Pos edisi 23 April 2018 merupakan perbuatan tindak pidana pemilu yang melanggar ketentuan Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," ujar Abhan.
Bawaslu sudah meneruskan dugaan tindak pidana pemilu ini kepada Kepolisiandan. Laporan diterima oleh Bareskrim Polri pada tanggal 17 Mei 2018, sekitar Pukul 09.30 WIB, dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/646/V/2018/BARESKRIM.
Menurut Abhan, Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna terancam hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 12 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 492 UU Pemilu.
Bawaslu pun meminta polisi segera menetapkan Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna sebagai tersangka. Sebab, Undang-Undang hanya memberikan waktu 14 hari bagi kepolisian untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana pemilu yang dilaporkan oleh Bawaslu.
"Kepolisian segera menetapkan tersangka untuk selanjutnya masuk dalam proses penuntutan," kata Abhan.
Kendati demikian, Abhan memastikan, kalau pun nantinya Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna memang terbukti bersalah, maka hal itu tidak akan mendiskualifikasi PSI sebagai peserta pemilu.
Beda pasal
Dalam jumpa pers di Kantor PSI, Raja Juli Antoni menghormati keputusan Bawaslu. Namun, ia merasa pemasangan iklan di Jawa Pos tersebut bukan lah bentuk kampanye.
Antoni merujuk pasal 274 UU Pemilu terkait materi kampanye, dimana materi kampanye hanya meliputi visi, misi, dan program. Tidak ada citra diri seperti pasal 1 Angka 35 yang digunakan Bawaslu.
Baca juga: Bawaslu Masih Kaji Pelaporan terhadap 11 Parpol Selain PSI
PSI pun akan mengajukan gugatan uji materi Pasal 1 Angka 35 UU Pemilu ke MK karena dianggap sebagai pasal karet.
"Ini pasal karet yang bisa menzalimi siapa saja. Hari ini kami, besok entah siapa lagi seusai orderan misalnya," kata Antoni.
Pelanggaran parpol lain
Antoni juga merasa partainya dizalimi oleh Bawaslu. PSI menilai, Bawaslu tebang pilih hanya menyasar PSI sebagai partai baru. Padahal, kata Antoni, banyak partai lain yang juga memasang iklan di berbagai media.
"Banyak partai memasang billboard, iklan di televisi, kok enggak diproses? Apakah karena kami partai baru yang tidak mempunyai kekuatan politik apapun di parlemen? kata dia.
Menurut Antoni, bahkan sudah ada laporan yang masuk ke Bawaslu mengenai dugaan pelanggaran kampanye dini partai lain.
Baca juga: Bawaslu Minta Polisi Segera Tetapkan Sekjen dan Wasekjen PSI Tersangka
Indonesian Election Watch misalnya, kata Toni, melaporkan 12 partai termasuk PSI ke Bawaslu, atas dugaan mencuri start kampanye. Namun, ia merasa hanya PSI yang diproses.
"Kami merasa proses ini tidak adil, tidak fair.Kami merasa dizalimi," ujar Antoni.
Mengenai hal tersebut, Abhan mengaku Bawaslu saat ini masih terus mengkaji dan memproses laporan yang masuk. Sejauh ini, kata dia, memang baru PSI yang kasusnya sampai ke tahap penyidikan di kepolisian.
"Tentu kami tidak akan tebang pilih," kata dia.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini tak menampik banyaknya kamuflase kampanye yang saat ini dilakukan oleh partai maupun elite politik.
Dia mencontohkan, ada iklan ucapan selamat menunaikan ibadah puasa dari anggota DPR, namun dikamuflasekan menggunakan nama fraksi.
"Upaya penyiasatan itu secara halus atau terang- terangan terjadi," kata Titi.
Menurut Titi, upaya penyiasatan kampanye tersebut dilakukan oleh banyak partai peserta pemilu. Harusnya, kata dia, Bawaslu bisa menindak seluruh pelanggaran tersebut tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat.
"Saya kira kita butuh ketegasan Bawaslu, agar ada efek jera dari partai politik yang melakukan pelanggaran," ujarnya.