JAKARTA, KOMPAS.com - Sebentar lagi Indonesia akan menghadapi dua pesta demokrasi besar melalui Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019.
Namun demikian, sejumlah tantangan tampak mengikuti pelaksanaan dua kontestasi politik ini. Dua tantangan yang menonjol adalah menghadapi ujaran kebencian dan hoaks.
Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia (ISPPI) Farouk Muhammad menuturkan, tensi sosial politik menjelang pemilihan semakin panas.
Baca juga: Jelang Pemilu, Polri Imbau Tokoh Masyarakat dan Politik Tak Sebar Ujaran Kebencian
Ia melihat mulai terjadi disharmonisasi sosial yang cukup mengkhawatirkan.
"Sehingga kondisi yang disharmonis perlu kembali kita redam, supaya kita masuki pesta demokrasi yang bermartabat, integritas, jangan karena kita nafsu emosi mencari kekuasaan akibatnya kita melakukan hal apa saja," kata Farouk dalam diskusi bertajuk Rembuk Nasional Mewujudkan Pemilu 2019 yang Aman dan Bermartabat di Hotel Ambhara, Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Ia mengakui bahwa sistem demokrasi di Indonesia masih menonjolkan politik ketokohan dibandingkan gagasan dan program.
Selain itu, permainan politik identitas juga semakin tak terhindarkan.
Baca juga: Politik Identitas Terkubur di Era Orde Baru, Menguat Pasca-Reformasi
Kedua hal itu bisa menjadi senjata bagi pihak tertentu dalam menjatuhkan pihak lawan elite politik tak pancing kegaduhan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo menegaskan, kondusivitas pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 tak lepas dari peranan para elite politik.
Bambang mengimbau elite politik harus bersikap dewasa dan bijak dalam berpolitik.
"Sehingga, mulai dari sikap maupun ucapan dari elite politik, tokoh bangsa harus dijaga," kata Bambang.
Politisi Partai Golkar itu berharap agar para elite politik menunjukkan sikap-sikap yang membawa kedamaian, bukan memancing tensi politik bahkan konflik di tingkat akar rumput.
Baca juga: Seorang Tokoh Agama Divonis 3 Tahun Penjara dalam Kasus Ujaran Kebencian
Bambang juga mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai upaya-upaya adu domba yang mulai bermunculan menjelang pemilihan. Dibutuhkan kedewasaan dalam berpolitik.
Bambang menilai upaya persekusi dan sejenisnya dalam menyikapi perbedaan pilihan politik tak dapat dibenarkan.
Sebab, hal itu akan mencoreng harapan terciptanya pemilu yang kondusif, aman dan lancar.
"Janganlah ada upaya daur ulang adu domba sesama rakyat. Sayangilah Indonesia ini, karena kita hidup bersama, enggak ada gunanya juga jagoan kita menang tapi Indonesia porak-poranda (akibat ujaran kebencian dan hoaks)," kata dia.
Melawan ujaran kebencian dan hoaks
Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial dan Ekonomi Irjen Pol Gatot Eddy Pramono agar jangan sampai kontestasi politik mengorbankan negara akibat ujaran kebencian dan hoaks.
Ia mengimbau agar pesta demokrasi dijadikan ajang pertarungan gagasan dan program dari para peserta pemilihan.
Baca juga: Fahri Hamzah dan Fadli Zon Senyum-senyum Lihat Demo Kasus Retweet Berita Hoaks
Gatot berharap, agar para elite maupun simpatisan parpol tak melakukan kampanye hitam lewat berbagai media demi menjatuhkan pihak lawan.
Hal itu, kata dia, akan membuat publik sulit berpikir jernih dan semakin terpapar dengan isu provokatif.
"Kita melihat fenomena post truth, bagaimana berita tidak benar dilepas, tidak ada kontra narasi sehingga opini jadi fakta. Ini kan berbahaya," kata dia.
Baca juga: Gelar Aksi di Polda Metro Jaya, Mahasiswa Sebut Fahri Hamzah Bapak Hoaks
Di sisi lain, Gatot meminta masyarakat agar tidak gegabah dalam mendistribusikan informasi berantai yang mengandung unsur pelecehan terhadap suku, agama, ras dan golongan.
Publik harus mencerna dan memilah secara jernih ketika memperoleh informasi.
Langkah strategis
Gatot menjelaskan, Polri telah menyusun langkah-langkah strategis melalui pembentukan Satuan Sugas Nusantara.
Satgas ini ditujukan untuk menekan isu-isu provokatif maupun permainan politik identitas selama proses pemilihan akan berlangsung.
"Kita juga punya tim manajemen media, ketika ada berita tidak benar, kita lakukan kontra narasi untuk mendinginkan suasana," kata dia.
Baca juga: Lawan Hoaks, Aliansi 22 Media Siber Indonesia Luncurkan Cekfakta.com
Selain itu, satgas ini juga melakukan manajemen sosial dengan melibatkan komponen masyarakat, seperti tokoh agama dan masyarakat setempat.
Menurutnya, peranan keduanya mampu menjangkau masyarakat secara langsung dalam meredam potensi konflik akibat pemilihan.
"Kita juga mempunyai satgas kemitraan, satgas ini melakukan kegiatan keagamaan dan lainnya, seperti tabligh akbar, ceramah, olahraga, bakti sosial dan sebagainya," ujarnya.
Satgas kemitraan bertujuan untuk mengalihkan fokus masyarakat ketika mereka terpaku dengan isu-isu politik yang sedang memanas.