Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lenny Hidayat, SSos, MPP
Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi

Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi (ESG)

Membangun Narasi Keberagaman

Kompas.com - 10/03/2018, 11:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI KUARTAL pertama tahun 2018, polisi mampu menangkap anggota sindikat pelaku penyebaran ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan, jaringan The Family Muslim Cyber Army (MCA).

Mereka diduga pelaku di balik serangkaian penyebaran informasi-informasi hoaks berbau SARA di dunia maya.

Capaian polisi dalam pengungkapan jaringan sindikat yang sempat memecah-belah sebagian warga patut mendapat apreasiasi. Akan tetapi, baik negara dan masyarakat tidak dapat berpuas hati.

Dampak yang telah terjadi dan pengaruh informasi yang telah diyakini oleh masyarakat justru jauh lebih penting untuk ditanggulangi dan dicegah agar kasus yang sama tidak terjadi kembali.

Negara perlu merebut kembali narasi keberagaman yang menjadi napas dari konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagai negara yang menganut nilai-nilai demokrasi, isu soal batasan hukum mengenai kebebasan individu selalu menjadi perdebatan. Kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi dengan penegakan hukum selalu menjadi polemik.

Namun, yang perlu diingat, bagaimanapun, keterdesakan soal keamanan menjadi landasan penting kehidupan berbangsa dan bernegara yang tenteram.

Dengan begitu, tidak ada seorang warga pun di negeri ini yang bisa menerjemahkan jargon "kebebasan" secara sepihak sebagai bentuk kebebasan dirinya untuk mencederai kebebasan warga atau kelompok lainnya.

Bagaimana seharusnya pemerintah dan masyarakat bersikap terhadap hal ini?

Kita perlu belajar dari Korea Selatan dengan kesuksesan pemerintahnya melakukan cultural engineering "hallyu" atau gelombang Korea dengan "beternak" budaya pop ala Korea hingga menjadi sebuah industri yang amat kuat di panggung global.

Perlu diingat, strategi pemerintah Korea Selatan bukanlah menyokong industri budaya pop yang telah ada di negerinya.

Namun, pemerintahlah yang dengan sistematis memang melakukan engineering, mencipta, menyemai, dan memasarkan budaya pop itu secara amat berkesadaran.

Bukan semata untuk membangun citra negeri Korea, namun lewat budaya pop itulah mesin ekonomi Korea menancapkan tonggak tersendiri di dunia.

Membangun narasi adalah pekerjaan yang bersifat soft power. Kebijakan soft power berfungsi menyokong sebuah narasi besar secara sistematis dengan stamina yang terjaga.

Disebut soft power karena kebijakan ini mengedepankan strategi kebudayaan yang daya penetrasinya ke masyarakat bisa kuat dan masif namun terasa "lunak".

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com