Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencabutan Hak Politik dan Larangan Napi Korupsi "Nyaleg" Bisa Jadi Peringatan Tegas

Kompas.com - 20/04/2018, 12:05 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai sanksi pencabutan hak politik bisa menjadi peringatan tegas bagi para politisi untuk menjauhi praktik korupsi.

Menurutnya, pencabutan tersebut bisa diterapkan jika politisi terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Mereka yang melakukan korupsi itu adalah menyangkut kejahatan terhadap hak publik. Nah apa maksudnya? Rata-rata itu mereka menyalahgunakan kekuasaannya dalam rangka untuk korupsi," kata Ray di Sanggar Prathivi Building, Jakarta, Kamis (19/4/2018).

(Baca juga: Ketua DPR Tak Setuju KPU Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg)

Ray menegaskan, para mantan koruptor telah mengkhianati hak politik yang telah diberikan oleh rakyat. Sehingga, negara bisa melakukan pencabutan hak itu melalui mekanisme hukum yang berlaku.

Ia juga melihat sanksi pidana belum efektif menimbulkan efek jera bagi para koruptor. Sebab, kata dia, ada beberapa kasus mantan narapidana korupsi kembali terjun dalam pusaran korupsi.

"Kenyataannya politisi ini sangat takut sekali kalau hak politiknya dicabut, jadi ada pikiran lebih baik di penjara 5 tahun daripada hak politiknya dicabut. Dalam pikiran saya tidak ada mantan koruptor yang betul betul bertaubat setelah di penjara," ujarnya.

Ray mendukung aturan KPU soal larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019. Larangan ini mampu memperkuat basis kepentingan publik dalam pemberantasan korupsi.

"Jadi publik haknya sudah dilalaikan, bagi saya selama itu memenuhi kepentingan publik tidak masalah," katanya.

(Baca juga : Parpol Diminta Siapkan Lebih Banyak Caleg Cadangan)

KPU hingga saat ini tetap bertahan dengan keinginannya melarang mantan koruptor menjadi caleg 2019.

KPU menganggap korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga pelarangan perlu diatur secara tegas dalam peraturan KPU. Larangan tersebut dapat disebut terobosan karena ketentuan itu tak diatur dalam UU Pemilu.

Seperti dikutip Kompas, KPU menyiapkan dua opsi untuk melarang mantan koruptor maju sebagai calon wakil rakyat.

Opsi pertama seperti yang tertuang dalam PKPU, yakni bakal caleg bukan mantan terpidana korupsi. Opsi kedua, melarang mantan terpidana korupsi jadi bakal caleg DPR dan DPRD.

Opsi kedua substansinya sama. Bedanya, subyek hukum di opsi kedua adalah partai politik, bukan para bakal caleg.

Kompas TV KPU sedang melakukan uji publik terhadap pasal untuk melarang narapidana korupsi jadi caleg.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com