BOGOR, KOMPAS.com - Aktivis lingkungan Agus Sari memantapkan diri untuk maju ke kancah perpolitikan Indonesia. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dipilihnya sebagai kendaraan untuk maju sebagai calon legislatif pada Pemilu 2019.
Keputusan Agus untuk maju sebagai caleg bukan tanpa alasan. Ia ingin menjadi jembatan dalam menggerakkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Kiprah Agus sebagai aktivis lingkungan hidup memang tak perlu diragukan lagi. Sebab, Agus Sari tercatat sebagai anggota Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), lembaga internasional di bawah PBB yang mendapatkan Nobel Perdamaian pada 2007 silam.
Di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Operasional REDD+. Ini merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013, untuk mengurangi emisi akibat deforestasi dan mencegah bahaya perubahan iklim.
Lalu langkah apa yang akan dilakukan jika dia dipercaya sebagai wakil rakyat?
Agus mengatakan, hal pertama yang akan dilakukannya adalah mengeliminasi korupsi dan kolusi perizinan tata guna lahan.
Menurut dia, banyak pejabat-pejabat di daerah yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran terlibat soal izin lahan.
"Kalau kita lihat beberapa kali KPK menangkap pejabat itu gara-gara izin lahan. Ini harus dibenahi," kata Agus Sari, di kediaman pribadinya, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/4/2018).
(Baca juga: Pileg 2019, KPU Wajibkan Caleg Serahkan LHKPN)
Agus melanjutkan, hal kedua yang akan dilakukannya nanti adalah mendorong pemerintah dengan membuat kebijakan tentang pemanfaatan energi terbarukan.
Lulusan peraih master dari University of California, Berkeley, ini menilai bahwa potensi energi terbarukan yang ada di Indonesia sangat besar. Pemanfaatan energi tersebut, kata Agus, bukan hanya baik untuk lingkungan namun juga secara ekonomi.
"Secara garis besar, yang akan saya bawa jika terpilih adalah isu lingkungan hidup dan penggunaan sumber daya alam. Termasuk di dalamnya isu tentang masyarakat adat," ucap Agus Sari.
Dipilihnya PSI sebagai kendaraan berpolitiknya, menurut Agus, karena partai ini mewakili posisi ideologis yang dia punya. Pengurusnya yang muda-muda memberikan harapan pada proses berpolitik yang bersih dan beradab.
"PSI itu sebuah partai baru yang dalam beberapa tahun lebih maju dari yang saya bayangkan. Hubungan dengan konstituennya sangat kuat, sehingga mereka tidak lagi melihat hubungan antara politisi dan partai," kata dia.
(Baca juga: PSI Usulkan 12 Cawapres, Jokowi Bilang "Jangan Ditanyakan Lagi, Orang Masih Lama...")
Sementara itu, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Grace Natalie menilai, sejauh ini, belum ada regulasi atau undang-undang yang serius terhadap isu lingkungan.
Ia optimistis, dengan pengalaman yang dimiliki, Agus Sari dapat berperan dalam membuat regulasi-regulasi baik, khususnya mengenai isu lingkungan yang akan berdampak kepada masyarakat Indonesia.
"Kami sangat mengapresiasi sekali Mas Agus menyambut ajakan kami sama-sama berjuang masuk ke parlemen. Beliau punya pengalaman lengkap di dunia aktivisme, pernah di eksekutif juga di era Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Ini kita perlu memperkuat masuk ke legislatif," ujarnya.
Grace menambahkan, PSI memiliki sistem mekanisme perekrutan terhadap para kadernya yang akan maju dalam Pemilihan Legislatif 2019.
Selain itu, seluruh calon legislatif dari PSI akan diikat dengan kontrak. Tujuannya, agar nanti ketika menjabat sebagai anggota legislatif, mereka harus tunduk pada mekanisme pengawasan publik yang telah dibuat oleh partai.
"Jadi, meskipun Mas Agus punya pengalaman lengkap dan sudah pernah di eksekutif, tapi tetap akan melalui mekanisme seleksi yang akan kami gelar," ucap Grace.