Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Irman dan Sugiharto Diperberat Jadi 15 Tahun, Ini Tanggapan KPK

Kompas.com - 19/04/2018, 19:45 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari putusan kasasi yang memperberat hukuman terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Meski demikian, KPK tetap merasa bahwa hukuman keduanya tidak semestinya diperberat.

Salah satu pertimbangannya, kedua terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) itu telah bersedia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Keduanya ditetapkan sebagai justice collaborator.

"KPK mengabulkan permohonan JC karena memang para terdakwa sangat berkontribusi mengungkap pelaku lain yang lebih besar dalam kasus ini. Kemauan para terdakwa untuk membuka fakta-fakta di sidang sangat membantu penanganan perkara ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (19/4/2018).

(Baca juga: Di Tangan Artidjo, Hukuman Irman dan Sugiharto Diperberat Jadi 15 Tahun Penjara)

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/1/2018).Kompas.com/Robertus Belarminus Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Menurut Febri, terkait status justice collaborator, KPK berharap semua pihak memiliki pemahaman yang sama tentang perlakuan bagi terdakwa yang mendapat predikat tersebut.

Misalnya, diberikan fasilitas keringanan tuntutan, hukuman, dan hak narapidana tertentu pada saat menjalani hukuman.

Menurut Febri, kesediaan para terdakwa untuk mengungkap kasus dan membuka peran pihak lain secara signifikan perlu dihargai oleh semua pihak.

Sebelumnya, Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap Irman dan Sugiharto. Kedua terdakwa dalam kasus pengadaan e-KTP itu divonis masing-masing 15 tahun penjara.

(Baca juga: Dua Terdakwa E-KTP Divonis 7 Tahun dan 5 Tahun Penjara)

Sebelumnya, Irman dan Sugiharto divonis masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara oleh hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

"Kedua terdakwa hukumannya sama-sama diperberat menjadi 15 tahun," ujar Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi saat dihubungi, Kamis.

Keduanya juga dibebankan denda Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan.

Kemudian, Irman dibebankan uang pengganti sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat dan Rp 1 miliar.

Jumlah itu dikurangi uang yang telah diserahkan Irman kepada KPK sebesar 300.000 dollar AS.

Apabila tidak dibayar, uang pengganti akan diganti dengan penjara selama 5 tahun.

Kemudian, Sugiharto diebankan uang pengganti sebesar 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta. Jumlah itu dikurangi uang yang telah diserahkan Sugiharto ke KPK.

Apabila tidak dibayar, akan diganti dengan 2 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com