JAKARTA, KOMPAS.com - Penyematan status justice collaborator yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap para terdakwa yang mau bekerja sama ternyata belum tentu disetujui oleh hakim.
Dalam beberapa kasus, hakim menilai status saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum tak layak diberikan kepada terdakwa.
Hal itu terjadi dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Hakim tinggi mengabulkan gugatan banding yang diajukan jaksa KPK.
Baca juga : Hakim Anggap Andi Narogong Pelaku Utama dan Persoalkan Status Justice Collaborator
Namun, putusan banding itu ternyata melebihi dari apa yang diharapkan KPK. Hakim justru memperberat hukuman Andi dari 8 tahun menjadi 11 tahun penjara.
Dalam salah satu pertimbangan, hakim tinggi mempersoalkan status justice collaborator yang disematkan kepada Andi.
Menurut hakim tinggi, Andi adalah pelaku utama dalam perkara yang melibatkannya.
Peran Andi dinilai sangat dominan, baik dalam penganggaran maupun dalam pelaksanaan proyek e-KTP. Perbuatannya telah mengakibatkan kerugian negara sampai triliunan rupiah.
Pertimbangan hakim itu secara tidak langsung mengesampingkan status justice collaborator yang diberikan KPK kepada Andi Narogong.
Baca juga : Jaksa Tolak Permohonan Justice Collaborator Setya Novanto
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 Poin 9a membatasi syarat justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama membongkar kejahatan.
Status itu tidak boleh disematkan kepada pelaku utama tindak pidana.
Penolakan serupa pernah terjadi sebelumnya. Pada Juni 2016 lalu, majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir, dengan hukuman yang lebih berat dari tuntutan jaksa KPK.
Padahal, saat itu Abdul Khoir menyandang status justice collaborator.
Keterangannya dinilai jaksa sangat signifikan untuk membongkar kasus korupsi yang melibatkan anggota Komisi V DPR.
KPK akhirnya mengajukan gugatan banding untuk Abdul Khoir. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian mengubah vonis terhadap Abdul Khoir dari 4 tahun menjadi 2,5 tahun penjara.
Baca juga : ICW Nilai Setya Novanto Belum Layak Jadi Justice Collaborator
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK akan mempertimbangkan untuk menempuh upaya hukum lanjutan.
Hal ini demi meringankan hukuman terhadap Andi Narogong.
Menurut Febri, KPK justru meyakini bahwa Andi sudah mau mengakui perbuatan dan mau bekerja sama dengan KPK. Selain itu, yang lebih penting, KPK menilai Andi bukan sebagai pelaku utama.
"Kami kaget ketika hakim tidak menerima posisi Andi sebagai justice collaborator. Ini tentu saja kami sayangkan," ujar Febri di Gedung KPK Jakarta, Rabu (18/4/2018).
KPK berharap Mahkamah Agung dapat memiliki visi yang sama dalam pemberantasan korupsi.
Apalagi, peran justice collaborator sangat diperlukan dalam pengungkapan kasus besar yang melibatkan para petinggi.
Baca juga : KPK Akan Jawab Permintaan Justice Collaborator Novanto di Pengadilan
Penolakan status ini dikhawatirkan membuat para pelaku enggan bekerja sama membongkar kejahatan korupsi di masa mendatang.
Menurut Febri, kepastian hukum dan perlindungan sangat penting diberikan oleh lembaga penegak hukum, agar seorang pelaku tindak pidana tidak ragu dan bersedia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
"Putusan ini akan kami pelajari dan kemungkinan upaya hukum seperti kasasi akan dipertimbangkan," kata Febri.