Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parpol Ramai-ramai Tolak Syarat Penyerahan LHKPN bagi Caleg 2019

Kompas.com - 05/04/2018, 18:12 WIB
Moh Nadlir,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah partai politik menolak rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan mewajibkan calon anggota legislatif pada Pemilu Legislatif 2019 menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Kewajiban menyerahkan LHKPN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu akan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk kali pertama.

Ketua DPP bidang Hukum dan Advokasi Partai Perindo Christophorus Taufik mengatakan, caleg seharusnya cukup menyerahkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak.

"Di dalam SPT, kan, ada juga pelaporan mengenai harta kekayaan. Apakah nilai yang dicantumkan di dalam SPT diragukan keabsahannya?" ucap Chris di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Chris berpendapat, idealnya caleg yang terpilih baru menyerahkan LHKPN kepada KPK dan bukan seperti rencana KPU saat ini.

"Ketika dia (caleg) sudah terpilih, dia wajib melaporkan kepada KPK. Tapi, kalau belum (terpilih) terus sudah lapor, iya kalau terpilih, kalau tidak bagaimana?" ujarnya.

Apalagi, menurut Chris, subtansi SPT dan LHKPN sama, yang berbeda hanya lembaganya sebagai pemeriksa.

"Substansinya sama, yakni menyampaikan apa yang dipunyai, hanya formatnya yang berbeda dan instansinya berbeda," kata Chris.

Ia khawatir, jika penyerahan LHKPN tersebut diwajibkan, hal itu justru akan membebani KPK.

"Kami percaya KPK pasti sanggup. Tapi apa iya kita tega merepotkan KPK dengan hal-hal yang sebenarnya bisa dieliminir, kasihan, kan," ujarnya.

Tak berbeda, Ketua DPP Partai Hanura Sutrisno Iwantono juga tak sepakat dengan rencana tersebut.

Adapun bukti pelaporan itu diserahkan ke KPU sebagai syarat pencalonan pileg mendatang.

"Sebaiknya caleg itu tidak dipersyaratkan untuk memberikan LHKPN," kata Sutrisno.

Menurut Sutrisno, lain halnya jika caleg tersebut menang dan terpilih sebagai wakil rakyat periode 2019-2022.

"Kalau jadi (terpilih) oke, tapi kalau (baru) calon ini agak sulit. Kami usulkan tidak," ujar Sutrisno.

Sementara itu, Wakil Kepala Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) Pusat PDI-P Eko Sigit Rukminto Kurniawan menganggap tidak semua caleg merupakan penyelenggara negara.

Karenanya, kata dia, kewajiban untuk menyerahkan LHKPN tersebut semestinya tak diberlakukan rata kepada semua caleg yang akan ikut pileg.

"Secara prinsip LHKPN itu nomenklaturnya laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Caleg tidak semua penyelenggara negara," kata dia.

Sementara itu, Ketua Bidang Pemenangan Presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Sukmo Harsono juga menganggap, kewajiban menyerahkan LHKPN bagi caleg tersebut tak punya dasar.

"Tidak ada dasar hukumnya. Bagaimana caleg yang bukan aparat negara, bahkan mungkin hanya seorang santri harus membuat LHKPN kepada KPK," ujar Sukmo.

Sukmo menyarankan agar KPU membatalkan rencananya tersebut. Sebab, itu justru akan mengacaukan kontestasi yang ada.

"Lebih baik KPU membatalkan rencana aturan ini. Jika syarat ini diwajibkan sehingga bisa menggugurkan caleg, sungguh berbahaya aturan ini," kata dia.

Wakil Ketua DPP Demokrat Andi Nurpati menambahkan, jika memaksakan caleg wajib menyerahkan LHKPN, KPU justru melanggar UU.

"Karena tidak ada di UU. KPU tidak sesuai UU. Itu sebetulnya bertentangan dengan UU," kata mantan Komisioner KPU tersebut.

Untuk itu, kata Andi, sebaiknya KPU menghapus pasal yang mengatur LHKPN tersebut dalam rancangan PKPU tentang Pencalonan Pileg mendatang.

"Demokrat meminta kepada KPU agar pasal tersebut dicoret atau ditiadakan. Ini tentu memberatkan para caleg. Persyaratan caleg sesuaikan saja yang sudah tercantum dalam UU," ujarnya.

Dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf (v) rancangan PKPU tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota disebutkan para bakal calon harus memenuhi persyaratan telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwewenang memeriksa laporan kekayaaan penyelenggara negara.

Sementara dalam Pasal 9 Ayat 1 huruf (j) menyatakan pelaporan harta kekayaan para bakal calon dinyatakan dengan bukti tanda terima penyerahan laporan harta kekayaan pribadi/pejabat negara dari KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com