Kedua, sistem birokrasi Selandia Baru sebagian besar berdasarkan proses formal. Artinya, semua transaksi birokrasi dijalankan lewat prosedur baku dan transparan. Segala jenis layanan masyarakat memiliki prosedur jelas dan ketat.
Sebagai contoh, ketika saya dulu mendaftarkan diri ke sistem kesehatan negara, saya diberi penjelasan bahwa saya hanya bisa mendaftar sebagai pasien di satu klinik kesehatan.
Saya diingatkan bahwa sistem pencatatan telah digital. Secara implisit, saya diperingatkan kalau saya coba-coba daftar di dua tempat, maka ada konsekuensi hukum yang harus saya hadapi.
Saya melihat bahwa dua hal inilah yang menjadi kunci kemajuan Selandia Baru. Sistem promosi jabatan yang benar-benar berbasis kinerja memacu mesin birokrasi bekerja secara efektif dan efisien. Pegawai pemerintah dituntut untuk berinisiasi dan berinovasi pada setiap periode kerjanya.
Selanjutnya sistem digital dan transparan membuat masyarakat maupun pemetintah sendiri dapat memantau kinerja negara.
Secara keseluruhan, dua hal pokok ini membuat Selandia Baru selalu ingin meraih kinerja yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Dengan bekal dua hal itu, Selandia Baru menjadi negara paling tidak korup peringkat dua sedunia (2017).
Peringatan
Bagaimana menerapkan pelajaran ini ke dalam konteks Indonesia? Apakah dengan menerakan sistem yang formal dan transparan akan menjadikan Indonesia lebih maju, atau paling tidak lebih baik?
Saya yakin, benar. Akan tetapi, seorang akademisi Selandia Baru Allen Schick (1998) pernah memberi peringatan.
Schick menegaskan bahwa negara berkembang tidak bisa serta-merta meniru mesin pemerintahan Selandia Baru. Alasannya, ada konteks yang memungkinkan kebijakan dan peraturan berjalan seperti sekarang.
Dalam konteks tersebut ada level pendidikan masyarakat yang tinggi, egalitarianisme, sejarah kolonialisme, dan lainnya.
Namun, tak hanya peringatan, Schick juga memberikan solusi. Negara berkembang, seperti Indonesia, harus membangun formalitas dan transparansi dalam sistem negaranya melalui caranya sendiri.
Artinya, Indonesia perlu membangun konteks yang memungkinkan formalitas dan transparansi tersebut. Dari sini, kita tahu apa yang perlu kita benahi dari proses "berkaca" dari Selandia Baru ini.
Hal yang paling krusial bukanlah membangun insfrastruktur yang megah-megah. Akan tetapi, perlu perbaikan sistem pendidikan yang menghasilkan manusia-masunia, penduduk-penduduk yang berwawasan global dan punya integritas tinggi.
Dari situ mungkin pertanyaan selanjutnya adalah pendidikan yang bagaimana? Saya tidak bisa menjawab itu saat ini. Perlu riset yang menyeluruh tentang itu. Dan, pada dasarnya Indonesia dan Selandia Baru adalah dua negara yang berbeda sama sekali.
Namun, pada intinya, ada pelajaran penting dari kawan dekat Indonesia, yakni Selandia Baru, tentang pentingnya menciptakan mesin birokrasi yang formal dan transparan.
Itu terdengar seperti klise. Seperti rambu lalu lintas di Indonesia, selalu tampak, tetapi tidak pernah digubris. Namun paling tidak, tulisan ini menambah bukti untuk kembali menguatkan penegasan bahwa ada solusi-solusi agar Indonesia bisa lebih maju dan lebih baik lagi.
Selamat ulang tahun ke-60 hubungan bilateral Indonesia-Selandia Baru. Semoga makin jaya.
Muhamad Rosyid Jazuli
Master of Public Policy, Victoria University of Wellington
Ketua PPI Selandia Baru 2016-2017 (ppidunia.org)