Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suap Rp 30 Juta untuk Hakim dan Panitera PN Tangerang Diduga untuk Ubah Vonis

Kompas.com - 13/03/2018, 20:50 WIB
Robertus Belarminus,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Pengadilan Negeri Tangerang Wahyu Widya Nurfitri dan panitera pengganti Pengadilan Negeri Tangerang Tuti Atika diduga menerima suap dari dua advokat terkait pengurusan perkara perdata wanprestasi yang disidangkan di PN Tangerang, Banten.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, suap dari dua advokat, yakni Agus Wiratno dan HM Saipudin, tersebut diduga untuk mengubah putusan hakim agar perkara perdata wanprestasi yang disidangkan dapat dimenangi.

Sebab, sebelum sidang putusan, advokat Agus Wiratno sudah mendapat informasi dari panitera pengganti Tuti Atika bahwa putusan hakim adalah menolak gugatan.

Baca juga: KPK Tetapkan Hakim dan Panitera PN Tangerang sebagai Tersangka Suap

Sidang putusan rencananya digelar pada 27 Februari 2018. Akan tetapi, karena panitera pengganti tengah umrah, sidang putusan dijadwalkan pada 8 Maret 2018.

Pada 7 Maret 2018, Agus menyerahkan uang Rp 7,5 juta kepada Tuti sebagai ucapan terima kasih.

"Namun, uang tersebut dinilai kurang sehingga akhirnya disepakati nilainya menjadi Rp 30 juta," kata Basaria dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Kekurangan Rp 22,5 juta disepakati diberikan kemudian. Namun, hingga tanggal 8 Maret 2018, Agus belum menyerahkan sisa kekurangan uang dan sidang putusan akhirnya ditunda menjadi 13 Maret 2018 dengan alasan hakim sedang ke luar kota.

Baca juga: OTT KPK Diduga Terkait Transaksi Perkara Perdata di PN Tangerang

Sehari sebelum persidangan, yakni pada 12 Maret 2018, Agus menyerahkan kekurangan uang Rp 22,5 juta tersebut kepada Tuti.

"Setelah terjadi penyerahan uang, tim kemudian mengamankan AGS di parkiran PN Tangerang," ujar Basaria.

Dalam kasus ini, sebagai pihak yang diduga penerima, hakim Wahyu dan panitera pengganti Tuti disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Agus dan HM Saipudin, sebagai pihak yang diduga pemberi, disangkakan melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Kompas TV KPK masih memeriksa hakim dan panitera pengganti Pengadilan Negeri Tangerang yang ditangkap Senin (12/3) sore atas dugaan suap.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com