Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Persoalkan Pasal Pengembalian Kerugian Negara yang Tak Ada di RKUHP

Kompas.com - 12/03/2018, 20:25 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti wacana kodifikasi delik korupsi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas DPR dan pemerintah.

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter mengatakan, draf RKUHP per 2 Februari 2018 tidak memuat ketentuan soal pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana yang dilakukan.

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No.31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"RKUHP tidak mengakomodasi ketentuan Pasal 4 UU Tipikor yang intinya menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana yang dilakukan," ujar Lalola kepada Kompas.com, Senin (12/3/2018).

Baca juga : Belum ada Terjemahan Resmi KUHP, DPR Diminta Hentikan Bahas Revisi

Menurut Lalola, jika RKUHP disahkan dan tidak memuat ketentuan tersebut, maka tidak menutup kemungkinan pelaku korupsi cukup mengembalikan kerugian negara agar tidak diproses oleh penegak hukum.

Sebab, hakim akan berpatokan pada delik korupsi yang diatur dalam RKUHP.

Selain itu, lanjut Lalola, kodifikasi delik korupsi berpotensi memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Ia mengatakan, kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak lagi berlaku jika RKUHP disahkan.

Pada akhirnya, KPK hanya akan berperan dalam pencegahan korupsi karena tidak dapat melakukan penindakan dan penuntutan.

Baca juga : Belum Ada Terjemahan Resmi KUHP, Presiden Jokowi Disomasi

Kewenangan KPK sendiri tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK) yang secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor.

Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, kata Laola, maka kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus korupsi nantinya akan beralih kepada Kejaksaan dan Kepolisian.

Sebab, kedua institusi ini dapat menangani kasus korupsi yang diatur selain dalam UU Tipikor.

"Meski pemerintah dan DPR kerap berdalih bahwa jika RKUHP disahkan tidak akan mengganggu kerja KPK, namun kenyataannya justru dapat sebaliknya. Artinya, KPK tidak lagi berwenang menangani kasus korupsi yang diatur dalam KUHP," kata Lalola.

Baca juga : Kronik KUHP: Seabad di Bawah Bayang Hukum Kolonial

Berdasarkan sejumlah catatan tersebut, ICW menolak wacana pengaturan delik korupsi dimasukkan ke dalam RKUHP.

"DPR dan pemerintah sebaiknya mengakomodir usulan perubahan maupun penambahan delik korupsi dalam revisi UU Tipikor dan tidak memaksakan dicantumkan meskipun terbatas ke dalam RKUHP," kata Lalola.

Kompas TV Massa dari sejumlah organisasi, Sabtu (11/3) menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, meminta agar pembahasan RUU KUHP dihentikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com