JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto memastikan, pemerintah akan memindahkan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dari Lapas Gunung Sindur Bogor ke Lapas Klaten.
Namun, Wiranto tidak mau membocorkan kapan rencana pemindahan Abu Bakar Ba'asyir itu akan dilakukan. Saat ini, pemerintah masih perlu menyiapkan segala keperluannya.
"Sudah jelas kok bahwa akan dipindahkan," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (7/3/2018).
(Baca juga : Jusuf Kalla Sambut Baik Rencana Pemindahan Lapas Abu Bakar Baasyir)
Menurut mantan Panglima Angkatan Bersenjata RI itu, beberapa persiapan yang dilakukan meliputi prosedur pemindahan, keamanan lapas, hingga pelayanan di lapas terutama terkait layanan kesehatan untuk Ba'asyir.
"Jadi enggak terus tiba-tiba saya perintahkan besok (pindah). Kalau enggak siap bagaimana? Jadi tunggu, sabar," kata Wiranto.
Sebelumnya, pemerintah mengambil keputusan memindahkan Ba'asyir ke lapas yang dekat dengan rumah keluarga Ba'asyir.
Keputusan ini tidak sesuai dengan keinginan keluarga yang ingin agar Ba'asyir jadi tahanan rumah.
(Baca juga : Keputusan Kemenkumham, Abu Bakar Baasyir Tak Bisa Jalani Pidana di Rumah)
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan, Abu Bakar tidak bisa menjalankan masa pidana di rumah.
Kemenkumham hanya dapat mengeluarkan kebijakan agar Ba'asyir difasilitasi mendapatkan perawatan medis dengan kualitas sebaik-baiknya, tanpa mengubah statusnya sebagai warga binaan atau narapidana Lapas Gunung Sindur.
"Selama di sana, beliau (Ba'asyir) kita kasih fasilitas yang paling baik. Anytime perlu berobat, kita pasti akan kasih," ujar Yasonna saat dijumpai di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/2/2018).
Bahkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, akan disediakan helikopter khusus untuk Ba'asyir jika sewaktu-waktu kondisi kesehatannya menurun di dalam penjara.
Selain itu, Kemenkumham juga memperbolehkan Ba'asyir mendapatkan pendampingan, khususnya oleh keluarga.
"Beliau juga ada pendamping, karena berbeda ya dengan yang lain. Karena sudah uzur, makanya mesti ada yang selalu mendampingi beliau. Pokoknya kita betul-betul treat beliau dengan baik lah," ujar Yasonna.
Yasonna menegaskan, mengubah status Ba'asyir dari warga binaan menjadi tahanan rumah tidak memungkinkan dalam konteks hukum acara di Indonesia.
Status tahanan rumah hanya untuk seorang pelaku kejahatan selama proses hukumnya berada di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Sementara Ba'asyir yang sudah divonis bersalah oleh hakim, tidak mungkin diubah statusnya menjadi tahanan rumah.
"Kalau tahanan kan itu untuk belum berkekuatan hukum tetap, ini kan sudah jelas jenis hukumannya," ujar Yasonna.
Meski demikian, Yasonna mengaku, belum melaporkan hasil kajiannya ini kepada Presiden Joko Widodo.
Abu Bakar Baasyir divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 2011 lalu.
Putusan itu tak berubah hingga tingkat kasasi. Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu, terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.