Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Tembak Mati Pengedar Narkoba, Indonesia Dinilai Mulai Ikuti Langkah Duterte

Kompas.com - 05/03/2018, 19:56 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bererapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengkritik penanganan kasus narkoba di Indonesia belakangan ini. Hal ini menyusul penanganan yang dianggap represif oleh penegak hukum.

Berdasarkan data yang dihimpun LBH Masyarakat, terjadi 183 kasus penembankan dalam kasus narkoba sepanjang 2017. Akibatnya, 215 orang menjadi korban penembakan.

"Dari data itu, 99 orang meninggal dunia, dan 116 orang luka-luka," ujar Pengacara Publik LBH Masyarakat Ma'ruf Bajammal dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/3/2018).

LBH Masyarakat meminta agar praktik tembak di tempat untuk dihentikan. Bila diteruskan, Indonesia dinilai sedang meniru, meski belum parah, pendekatan Presiden Filipina Rogrigo Duterte.

Baca juga : Jokowi Instruksikan Tembak di Tempat jika Bandar Narkoba Melawan

Seperti diketahui, sejak Duterte menjabat sebagai presiden, Filipina gencar memerangi bisnis narkoba dinegaranya dengan keras. Akibatnya, menurut Amnesty Internasional, lebih dari 4.000 orang tewas.

LBH Masyarakat megungkapkan, instansi yang paling banyak melakukan penembakan dalam kasus narkoba yakni Polisi 147 penembakan dengan korban meninggal 68 orang dan luka-luka 105 orang.

Lalu ada Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan 30 kali melakukan penembakan dengan korban meninggal sebanyak 22 orang dan 11 orang luka-luka.

Sementara itu, instansi gabungan melakukan penembakan sebanyak 6 kali dengan jumlah korban tewas sebanyak 8 orang.

Baca juga : Prosedur Tembak di Tempat Pengedar Narkotika Diadukan ke Ombudsman

Di tempat yang sama, Koordinator Riset dan Kebijakan LBH Masyarakat Ajeng Larasati mengatakan setidaknya ada tiga alasan instansi terkait melakukan penembakan.

Tiga alasan itu yakni para pengedar atau bandar narkoba melakukan penyerangan saat akan ditangkap, melakukan perlawanan, dan mencoba melarikan diri.

"Tembak di tempat ini tidak afektif dalam mengatasi kasus perederan narkoba di Indonesia," kata Ajeng.

Pengiriman narkoba ke Indonesia dinilai tetap banyak. Sementara korban tembak di tempat yang dilakukan merupakan pengedar narkoba kelas menengah ke bawah dan tidak menimbulkan efek jera.

Baca juga : Buwas: Harus Jadi Orang Gila untuk Hadapi Bandar Narkoba

Amnesty Internasional Indonesia mempertanyakan prosedur penggunaan senjata api oleh pihak berwajib dalam kasus narkoba yang menyebabkan banyak korban jiwa tersebut.

Peneliti Amnesty Internasional Indonesia Brahmantya Basuki mengatakan, seharusnya penggunaan senjata api oleh pihak berwajib adalah pilihan terakhir.

"(Bila tidak dikontrol) Hanya akan membuat kengerian perang terhadap narkoba yang terjadi di Filipina oleh Presiden Duterte, terjadi di Indonesia," kata dia.

Kepala Divisi Pembelaan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Arif Nur Fikri meminta pihak Kepolisian untuk mengevaluasi penggunaan senjata api dalam penanganan kasus narkoba di Indonesia.

Pihak Kepolisian diminta akuntabel dalam penggunaan senjata api pada kasus narkoba.

Kompas TV Irjen Heru Winarko dan Komjen (Purn) Budi Waseso menandatangani berkas serah terima jabatan Senin (5/3).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com