JAKARTA, KOMPAS.com - Chusnul Hotinah tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya saat berbicara dihadapan para menteri dan ratusan peserta acara Silahturahmi Kebangsaan.
Kalimat yang pertama terlontar dari mulutnya saat diminta memperkenalkan diri cukup singkat.
"Saya korban bom Bali 1," ujarnya.
Chusnul adalah satu dari sekitar 50 korban dari aksi terorisme yang hadir dalam Silahturahmi Kebangsaan, acara yang mempertemukan eks narapidana terorisme dengan korban atau keluarga korban terorisme.
Seperti korban bom lainnya, Chusnul juga mengalami cacat permanen. Hingga saat, luka-luka, terutama luka bakar akibat ledakan bom Bali I pada 2002 silam masih terlihat jelas di wajah ibu tiga anak itu.
Saat diberi kesempatan berbicara langsung kepada pemerintah lewat acara tersebut, ia menceritakan getirnya menjadi korban terorisme.
(Baca juga: Pagi Ini, 103 Eks Napi Terorisme Bertemu dengan Keluarga Korban)
Pasca bom Bali I, ekonomi keluarganya terpuruk. Ia bahkan harus mengobati luka akibat peristiwa tersebut secara mandiri tanpa bantuan pemerintah selama 15 tahun.
Asa bantuan dari pemerintah muncul pada 2017 lalu. Lantaran sering mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, Chusnul diberikan salah satu program sakti pemerintahan Jokowi yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Waktu itu saya diberi Pak Jokowi kartu KIS bulan juli 2017," kenang ia.
Namun asa yang ia harapkan selama 15 tahun tak juga datang. Kartu yang dianggap banyak orang bagian dari kartu sakti Jokowi itu justru tidak bisa dipergunakan.
Chusnul sudah beberapa kali ke rumah sakit dan mencoba KIS. Namun ditolak.
"Ditolak dengan alasan karena saya kan (pengobatan) kulit, sementara kulit masuk ke (kategori) kecantikan, jadi tidak bisa masuk ke KIS ini," ucapnya.
Pada November 2017 asa baru kembali datang. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan buku hijau untuk pengobatan.
Meski disyukuri Chusnul, namun ia menilai bantuan LPSK tidak permanen. Padahal luka yang dideritanya adalah luka permanen yang butuh pengobatan seumur hidup.
(Baca juga: Kepala BNPT Memastikan Akan Perjuangkan Hak Korban Terorisme)
Ia memohon kepada pemerintah untuk memberikan bantuan pengobatan kepada para korban aksi terorisme secara permanen.
Selain itu ia juga berharap pemerintah memberikan jaminan kesehatan serupa untuk anak-anaknya yang terimbas secara tidak lansung akibat aksi-aksi terorisme.
Acara Silahturahmi Kebangsaan digagas oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan digelar di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Acara tersebut mempertemukan sekitar 124 eks narapidana terorisme dengan 50-an korban dan keluarga korban. Tujuannya yakni untuk rekonsiliasi sehingga tidak ada lagi dendam antara kedua pihak.
Adapun perwakilan pemerintah ada Menko Polhukam Wiranto, Menteri Sosial Idrus Marham, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.