Tulisan ini bisa menjadi daftar panjang kasus peti es serupa itu. Beberapa di antaranya ada di zaman otoritarian Orde Baru, tetapi— sayangnya—terus berlanjut ke era reformasi, yang seharusnya mengharamkan impunitas.
The untouchable
Catatan kelam penganiayaan dan pembunuhan aktivis HAM dan antikorupsi mestinya lebih panjang lagi. Tidak sedikit terjadi tanpa advokasi dan pemberitaan yang memadai, sehingga lenyap tenggelam ditelan lebatnya hutan belantara, dalamnya samudera, serta tebalnya tembok tebal benteng pertahanan para pelaku yang menorehkan prestasi negatif sebagai penjahat tak tersentuh hukum—the untouchables.
Melihat panjangnya daftar tragedi hukum yang lumpuh berhadapan dengan para untouchables, kita akan mudah untuk menyerah, termasuk dalam mendesakkan tuntasnya kasus Novel Baswedan.
Waktu yang terus bergulir adalah salah satu pembunuh semangat yang efektif dan mudah melenakan kita untuk melupakan keadilan yang masih absen dalam kasus Novel.
Namun, kita tidak boleh kalah! Saya yakin, secara teknis investigasi, kasus Novel Baswedan bukan kasus yang sulit untuk diungkap tuntas. Ini kasus mudah.
Dalam banyak kasus serupa, bahkan lebih rumit sekali pun, polisi kita sudah terbukti mumpuni untuk mengungkapnya secara cepat dan tuntas.
(Baca juga: 10 Bulan Kasus Novel Mandek, Pelakunya Dianggap Luar Biasa Canggih)
Jika sekarang tidak kunjung selesai, maka sebagaimana kasus Marsinah, Udin, Munir, Tama, dan kasus serupa lainnya, persoalannya bukan pada soal teknis hukum melainkan pada keberanian untuk melawan dan memenjarakan the untouchables.
Ada film The Untouchables yang dirilis pada 1987 dan dibintangi Kevin Costner, Andy Garcia, Robert De Niro, dan Sean Connery. Film itu diangkat dari kisah nyata seorang pimpinan mafia di Chicago yang bernama Al Capone.
Kejahatannya sangat masif, mencakup semua kejahatan berat pada masa awal abad ke-20, seperti prostitusi, penyelundupan manusia, penyuapan penegak hukum, dan penggelapan pajak. Pembunuhan juga merupakan modus yang dilakukannya untuk menyingkirkan para musuh dan saingan bisnisnya.
Namun, selicin apa pun sang belut mafioso berusaha terlepas dari jeratan hukum, pada akhirnya sang pemimpin gangster bertekuk lutut dan dipenjarakan dengan penjagaan superketat di Al Catraz.
Adalah tim khusus penegak hukum yang dipimpin Eliot Ness yang berhasil membekuknya. Oleh karena itu, dalam film ini, yang dijuluki tak tersentuh bukanlah Al Capone, tetapi sebaliknya Eliot Ness dan timnya yang menjelma sebagai the untouchables.
Pesan moral dari film yang diilhami kisah nyata tersebut, sebenarnya tidak ada orang yang tidak bisa disentuh hukum, siapa pun orangnya, apa pun kekuatannya.
Syaratnya, para penegak hukum itu sendiri yang harus untouchables. Hukum itu sendiri yang harus bebas dari berbagai intervensi, baik politik kekuasaan yang korup (political corrupt) ataupun suap keuangan (judicial corruption).
Dalam kasus sejenis, bukanlah teknis investigasi hukum yang rumit, melainkan bertahan dari serangan intervensi kuasa dan dana yang menyebabkan kasusnya menjadi sulit.