Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara

Advokat Utama INTEGRITY Law Firm; Guru Besar Hukum Tata Negara; Associate Director CILIS, Melbourne University Law School

Indonesia Masih Berutang Mata Novel Baswedan

Kompas.com - 22/02/2018, 10:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tulisan ini bisa menjadi daftar panjang kasus peti es serupa itu. Beberapa di antaranya ada di zaman otoritarian Orde Baru, tetapi— sayangnya—terus berlanjut ke era reformasi, yang seharusnya mengharamkan impunitas.

  • Aktivis buruh Marsinah dibunuh dengan penyiksaan berat dan mayatnya ditemukan di hutan pada 8 Mei 1993. Nyaris seperempat abad kemudian pembunuhnya tidak pernah terungkap.
  • Fuad Muhammad Syafrudin adalah wartawan harian Bernas di Yogyakarta yang kritis menuliskan isu antikorupsi sebelum dianiaya oleh orang tidak dikenal dan akhirnya meninggal dunia pada 16 Agustus 1996. Lebih dari dua dekade kemudian, pelaku pembunuhannya masih melenggang tanpa pertanggungjawaban.
  • Pejuang HAM Munir Said Thalib dibunuh secara kejam dengan racun arsenik saat akan hijrah menuntut ilmu di Belanda. Telah lewat 13 tahun, sejak 7 September 2004, saat pesawat Garuda GA-974 mendarat di Amsterdam, dan yang turun adalah jasad Munir yang telah tak bernyawa. Hingga kini pelaku utamanya masih bebas dan terus eksis tanpa sentuhan hukum secuil pun.
  • Pada 8 Juli 2010, aktivis antikorupsi ICW Tama S Langkun dianiaya dengan sabetan senjata tajam. Hampir delapan tahun kemudian, jangankan pelakunya terungkap, berita kasusnya pun tidak pernah lagi ada.


The untouchable

Catatan kelam penganiayaan dan pembunuhan aktivis HAM dan antikorupsi mestinya lebih panjang lagi. Tidak sedikit terjadi tanpa advokasi dan pemberitaan yang memadai, sehingga lenyap tenggelam ditelan lebatnya hutan belantara, dalamnya samudera, serta tebalnya tembok tebal benteng pertahanan para pelaku yang menorehkan prestasi negatif sebagai penjahat tak tersentuh hukum—the untouchables.

Melihat panjangnya daftar tragedi hukum yang lumpuh berhadapan dengan para untouchables, kita akan mudah untuk menyerah, termasuk dalam mendesakkan tuntasnya kasus Novel Baswedan.

Waktu yang terus bergulir adalah salah satu pembunuh semangat yang efektif dan mudah melenakan kita untuk melupakan keadilan yang masih absen dalam kasus Novel.

Namun, kita tidak boleh kalah! Saya yakin, secara teknis investigasi, kasus Novel Baswedan bukan kasus yang sulit untuk diungkap tuntas. Ini kasus mudah.

Dalam banyak kasus serupa, bahkan lebih rumit sekali pun, polisi kita sudah terbukti mumpuni untuk mengungkapnya secara cepat dan tuntas.

(Baca juga: 10 Bulan Kasus Novel Mandek, Pelakunya Dianggap Luar Biasa Canggih)

Jika sekarang tidak kunjung selesai, maka sebagaimana kasus Marsinah, Udin, Munir, Tama, dan kasus serupa lainnya, persoalannya bukan pada soal teknis hukum melainkan pada keberanian untuk melawan dan memenjarakan the untouchables.

Ada film The Untouchables yang dirilis pada 1987 dan dibintangi Kevin Costner, Andy Garcia, Robert De Niro, dan Sean Connery. Film itu diangkat dari kisah nyata seorang pimpinan mafia di Chicago yang bernama Al Capone.

Kejahatannya sangat masif, mencakup semua kejahatan berat pada masa awal abad ke-20, seperti prostitusi, penyelundupan manusia, penyuapan penegak hukum, dan penggelapan pajak. Pembunuhan juga merupakan modus yang dilakukannya untuk menyingkirkan para musuh dan saingan bisnisnya.

Namun, selicin apa pun sang belut mafioso berusaha terlepas dari jeratan hukum, pada akhirnya sang pemimpin gangster bertekuk lutut dan dipenjarakan dengan penjagaan superketat di Al Catraz.

Adalah tim khusus penegak hukum yang dipimpin Eliot Ness yang berhasil membekuknya. Oleh karena itu, dalam film ini, yang dijuluki tak tersentuh bukanlah Al Capone, tetapi sebaliknya Eliot Ness dan timnya yang menjelma sebagai the untouchables.

Pesan moral dari film yang diilhami kisah nyata tersebut, sebenarnya tidak ada orang yang tidak bisa disentuh hukum, siapa pun orangnya, apa pun kekuatannya.

Syaratnya, para penegak hukum itu sendiri yang harus untouchables. Hukum itu sendiri yang harus bebas dari berbagai intervensi, baik politik kekuasaan yang korup (political corrupt) ataupun suap keuangan (judicial corruption).

Ketua KPK Agus Rahardjo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis menampilkan sketsa pelaku yang diduga penyerang Novel Baswedan, Jumat (24/11/2017)KOMPAS.com/ROBERTUS BELARMINUS Ketua KPK Agus Rahardjo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis menampilkan sketsa pelaku yang diduga penyerang Novel Baswedan, Jumat (24/11/2017)

Hadirnya penjahat yang tidak tersentuh hukum dalam kasus-kasus sejenis Novel bukanlah karena pelaku kejahatan yang tidak tersentuh, melainkan karena penegak hukum sendiri yang mudah disentuh, gampang dimanipulasi. Yaitu, penegak hukum yang tidak dilindungi dan karenanya mudah diintervensi oleh tekanan politik kuasa dan godaan korupsi peradilan.

Dalam kasus sejenis, bukanlah teknis investigasi hukum yang rumit, melainkan bertahan dari serangan intervensi kuasa dan dana yang menyebabkan kasusnya menjadi sulit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com