JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) akan berdampak negatif.
UU MD3 versi revisi membuat DPR RI kian tak tersentuh, terutama dalam hal pemberantasan praktik korupsi di semua lembaga negara, termasuk di parlemen.
"Implikasi dari penerapan pasal-pasal pada UU MD3, antara lain semakin tidak tersentuhnya lembaga DPR RI dan membuat potensi korupsi semakin tumbuh subur di DPR," ujar Abdul kepada Kompas.com, Senin (13/2/2018).
Baca juga: Mau Gugat UU MD3, Koalisi Masyarakat Sipil Tunggu Sanksi Etik Ketua MK
Pasal 122 huruf k UU MD3 menyebutkan, "MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR."
Melalui pasal ini, parlemen sangat mungkin menafsirkan laporan seseorang terhadap anggota DPR RI yang diduga melakukan praktik korupsi sebagai salah satu bentuk merendahkan lembaga tersebut.
"Jadi saya melihatnya (DPR RI) semangat melindungi diri dengan menggunakan MKD agar tidak buru-buru pake rompi oranye," ujar Abdul.
Lebih jauh, ketentuan Pasal 122 huruf k UU MD3 itu dinilai mengancam masyarakat.
"Seolah-olah dengan pasal ini rakyat diancam oleh wakilnya sendiri untuk tidak boleh bersuara keras-keras mengkritiknya. ini juga indikasi bahwa anggota DPR itu ternyata merasa terancam dengan kritik terhadap ketidakmampuannya menjalankan fungsi DPR, " ujar Abdul.
Baca juga: Soal Hak Imunitas, Ketua DPR Samakan UU MD3 dengan UU Pers
Dengan segala kontroversi UU MD3, Abdul yakin undang-undang itu tidak akan bertahan lama. Melalui upaya judicial review oleh sejumlah elemen masyarakat, ia yakin MK akan membatalkan pasal-pasal tersebut.
Diberitakan, DPR RI mengesahkan revisi UU MD3 melalui rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Senin (12/2/2018).
Meski diwarnai interupsi dari Fraksi PPP dan walk out dari Fraksi Nasdem, Fadli Zon sebagai pimpinan rapat tetap mengetuk palu sebagai tanda pengesahan UU itu.