JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla tak yakin penyerangan terhadap pemuka agama akhir-akhir ini ada kaitannya dengan kepentingan politik tertentu.
"Saya kira enggak. Siapa sih yang ingin berpolitik dengan membuat perpecahan. Biar polisi meneliti, menyelidiki apa yang terjadi," kata Kalla di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Meski demikian, Kalla khawatir, jika aparat berwenang tak segera turun tangan mengusut tuntas kasus penyerangan tersebut, perpecahan antarumat beragama yang lebih luas takkan dapat dihindarkan.
"Pasti menimbulkan bahaya. Tapi kita belajar, pengalaman kita selama ini Alhamdulillah di Indonesia itu tidak menimbulkan konflik dalam arti yang besar. Terkecuali kemarin di Poso, di Ambon," kata dia.
(Baca juga: Penyerangan Pemuka Agama Diduga Bernuansa Politis, Ini Kata Jokowi)
Kalla pun mengimbau semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan berhati-hati. Ia juga meminta pemuka agama untuk menyampaikan dakwah yang menyejukkan kepada masyarakat.
"Ya semua harus berhati-hati. Apalagi pemuka agama harus lebih adem berbicara memberikan dakwahnya atau khotbahnya," kata Kalla.
Sejumlah kekerasan terhadap pemuka agama terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Misalnya, penyerangan terhadap pimpinan Pesantren Al Hidayah, KH Umar Basri bin Sukrowi, di Cicalengka, Bandung, Jawa Barat. Saat tengah berzikir, seorang pria masuk masjid dan langsung menganiaya Umar Basri pada 27 Januari 2018.
Kemudian, tokoh Persatuan Islam Indonesia (Persis), HR Prawoto, meninggal di rumah sakit setelah dianiaya seseorang yang diduga mengalami depresi (sakit jiwa) pada awal Februari.
(Baca juga: Mendagri Yakin Penyerangan Pemuka Agama Tidak Ada Kaitannya dengan Politik)
Lalu kejadian penolakan seorang biksu bernama Mulyanto Nurhalim dari sejumlah warga Kampung Baru RT 01/01 Desa Babat, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Banten
Peristiwa itu terjadi pada Rabu (7/2/2018). Namun, video tersebut baru ramai pada Sabtu (10/2/2018) kemarin.
Terakhir, Minggu (11/2/2018), orang tak dikenal menyerang Gereja Santa Lidwina, Bedog, Sleman, Yogyakarta, saat misa dilaksanakan. Umat yang sedang menghadiri misa terluka, begitu pula dengan Pastor Karl-Edmund Prier, biasa dipanggil Romo Prier, yang sedang memimpin misa.