Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU MD3 Diketok, Bukti DPR Sibuk Bagi-Bagi Jatah Kursi

Kompas.com - 13/02/2018, 08:05 WIB
Yoga Sukmana,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) dinilai sarat dengan kompromi politik.

Hal itu dilakukan untuk mengakomodir kepentingan bagi-bagi jatah kursi di parlemen.

Apalagi di dalam UU MD3 yang disahkan kemarin memberikan satu kursi pimpinan di DPR dan 3 pimpinan di MPR. Artinya, jumlah pimpinan DPR menjadi 6 sementara MPR menjadi 8.

"Ini sekaligus menjadi ajang kompromi paripurna antar fraksi-fraksi di DPR," ujar Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada Kompas.com, Jakarta, Selasa (13/2/2018).

Dikatakan kompromi paripurna lantaran Lucius menilai DPR sejak awal nyaris selalu disibukkan dengan kompromi-kompromi terkait kepentingan bagi-bagi jatah kekuasaan.

Mulai dari diborong habis kursi pimpinan oleh Koalisi Merah Putih (KMP), hingga perjuangan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mendapatkan jatah kursi pimpinan.

(Baca juga: DPR Secara Berjemaah Membunuh Demokrasi Lewat UU MD3)

Hal ini terwujud lantaran berbekal cairnya koalisi Pilpres dengan menyeberangnya Golkar dan PAN ke partai pendukung pemerintah.

Lucius menduga, kenapa partai-partai ngotot mengejar kursi pimpinan, karena dalam banyak kasus, peran pimpinan ini krusial. Khususnya dalam menentukan agenda DPR dan juga dalam berhubungan dengan lembaga lain.

"Tentu yang paling jelas adalah tambahan anggaran bagi figur yang didapuk mengisi kursi, yang mungkin bisa disumbangkan sebagiannya untuk Parpol," kata dia.

Lucius tidak yakin penambahan kursi pimpinan di dalam UU MD3 akan berjalan lurus dengan bertambah baiknya kinerja DPR.

Justru, kebijakan yang hanya dibuat untuk menampung kompromi politik hanya akan melahirkan kebijakan-kebijakan baru yang juga kompromistis.

Apalagi, tutur dia, kompromi dalam dunia politik sangat dekat dengan transaksi. Jika kepentingan tak terpenuhi, maka uang atau jabatan jadi solusi demi ratanya jatah kekuasaan tersebut.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Malam berikut ini!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com