Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Akan Analisis Konsekuensi Putusan MK

Kompas.com - 08/02/2018, 20:27 WIB
Robertus Belarminus,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menganalisis putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi atas gugatan para pegawai KPK terhadap Hak Angket KPK.

Lima hakim MK sebelumnya menyatakan menolak permohonan pemohon dan menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah.

"Kami akan membaca dan melakukan analisis lebih detail, tentu saja lebih dalam terkait dengan putusan tersebut, dan sejauh mana konsekuensi-konsekuensinya terhadap kelembagaan KPK akan dibahas terlebih dahulu di internal," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Hasil pembahasannya, lanjut Febri, akan berpengaruh dengan bagaimana sikap KPK, dan juga bagaimana relasi KPK dengan DPR khususnya dengan Pansus Hak Angket.

Baca juga : Pimpinan Pansus Angket KPK: Kami Bekerja Tidak Berdasarkan Dendam

Meskipun kecewa dengan putusan ini, KPK sebagai institusi penegak hukum menyatakan menghormati putusan MK.

Satu hal yang dianggap penting dalam putusan MK tersebut, lanjut Febri, bahwa kewenangan pengawasan DPR tidak bisa masuk pada proses yudisial yang dilakukan KPK.

Proses yudisial KPK di sini yaitu penyelidkan, penyidikan, dan penuntutan. Febri mengatakan, proses Yudisial KPK harus berjalan independen.

"Ini juga salah satu poin penting yang perlu highlight dari pertimbangan yang disampaikan di Mahkamah Konstitusi," ujar Febri.

Baca juga : MK Tolak Gugatan Hak Angket KPK, 4 Hakim Beda Pendapat

MK sebelumnya terbelah dalam menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap Hak Angket KPK.

Lima hakim menyatakan menolak permohonan pemohon dan menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah. Mereka adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, Aswanto, Wahiduddin Adams dan Manahan MP Sitompul.

Sementara, empat hakim konstitusi lainnya menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat atas putusan tersebut. Empat hakim tersebut adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.

Dewan Etik MK sebelumnya menyatakan Arief Hidayat tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik saat bertemu dengan pimpinan komisi III. Namun, Arief Hidayat terbukti melakukan pelanggaran ringan karena bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.

Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon. Atas putusan tersebut, Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.

Kompas TV Agus justru menegaskan Fraksi Demokrat tidak ikut bertanggung jawab terkait isi dari hasil rekomendasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com