Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggap Demokrasi Kebablasan, PDI-P Dukung Pasal Penghinaan Presiden

Kompas.com - 06/02/2018, 11:39 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR memastikan pasal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden akan tetap diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Menyikapi hal itu, PDI Perjuangan menilai bahwa pasal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden perlu tetap ada, meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) pernah membatalkan pasal tersebut.

"Dengan demokrasi yang kebablasan yang simbol negara pun kadang dilecehkan, maka itu perlu pengaturan," ujar Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto di Jakarta, Senin (4/2/2018).

Menurut Hasto, sebagai simbol negara, presiden dan wakil presiden sudah sepatutnya dihormati. Apalagi tutur dia, presiden dan wakil presiden merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat.

(Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP Dinilai Membangkangi Konstitusi)

Meski begitu, PDI-P menilai, ada atau tidaknya pasal penghinaan presiden dalam KUHP, sikap menghargai dan menghormati kepada pemimpin harus tetap terbangun.

"Itu bagian dari budaya kita. Bukan hanya presiden, kepala desa, RT pun kita harus hormati," kata Hasto.

Ia juga yakin, adanya pasal penghinaan presiden di KUHP nantinya tidak akan digunakan pemerintah atau penegak hukum sebagai senjata untuk menjerat para pengkritik presiden.

"Kan pemerintahan yang demokratis, tidak akan represif," ucap Hasto.

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai bisa saja pasal penghinaaan presiden dalam Rancangan KUHP dihidupkan kembali sepanjang memiliki substansi yang berbeda dengan yang telah dibatalkan MK.

(Baca: Jika Substansi Pasal Penghinaan Presiden Sama Maka akan Kembali Dibatalkan MK)

Namun, ia mengatakan, akan percuma bila substansinya sama dengan yang telah dibatalkan oleh MK.

"Kalau sama tidak boleh, dan MK membolehkan kalau ada unsur baru. Sama juga kalau orang menggugat ke MK, sama gugatannya, itu tidak boleh," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (2/2/2018).

Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

Kompas TV Panja DPR menyebut, pasal ini substansinya berbeda dengan pasal serupa yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com