JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai bisa saja pasal penghinaaan Presiden dalam Rancangan KUHP dihidupkan kembali sepanjang memiliki substansi yang berbeda dengan yang telah dibatalkan MK.
Namun, ia mengatakan, akan percuma bila substansinya sama dengan yang telah dibatalkan oleh MK.
"Kalau sama tidak boleh, dan MK membolehkan kalau ada unsur baru. Sama juga kalau orang menggugat ke MK, sama gugatannya, itu tidak boleh," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Ia menduga bisa saja pasal yang sebelumnya dibatalkan MK terlalu abstrak dan tidak jelas ukuran penghinaannya, dan bisa saja yang baru memiliki indikator penghinaan yang jelas.
(Baca juga: Pimpinan DPR Sebut Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Belum Disetujui)
Mahfud pun meminta DPR segera mengesahkan Rancangan KUHP yang tengah dibahas meskipun masih banyak pro dan kontra yang mewarnai.
Bila nantinya ada pihak yang tidak sepakat dengan pasal-pasal dalam KUHP yang telah disahkan maka bisa menggugatnya ke MK.
"Menurut saya begini, apapun ya isi RUU KUHP itu kalau sudah disahkan dalam waktu dekat ini ya disahkan saja, karena kalau hanya menunggu semua orang setuju tidak selesai-selesai," lanjut Mahfud.
(Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden Bawa Indonesia ke Era Otoriter)
Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.
Saat dikonfirmasi, Juru Bicara MK Fajar Laksono membenarkan adanya putusan MK yang membatalkan pasal penghinaan presiden.
"Iya pernah. Istilahnya, MK membatalkan hatzaai artikelen, pasal kebencian," ujar Fajar saat dihubungi, Rabu (31/1/2018).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.